Minggu, 30 Oktober 2016

LAPORAN PRATIKUM TEKNOLOGI BENIH UJI VIGOR



I.     PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
Didalam jiwa benih terdapat suatu istilah yang dinamakan vigor benih.Vigor benih adalah kemampuan benih untuk bertahan hidup maupun daya kecambahnya pada kondisi lingkungan suboptimum. Kondisi suboptimum bisa berupa tanah salin, tanah asam maupun kekeringan. Benih yang mampu mengatasi kondisi tersebut termasuk lot benih bervigor tinggi. Benih yang vigor akan dapat tumbuh cepat dan serempak.
Uji vigor dapat dilakukan pada media tumbuh yang optimum dengan menilai kecepatan tumbuh benih dan keserempakan tumbuhnya. Uji vigor dapat dilakukan dengan menanam benih pada media suboptimum. Tolak ukur kecepatan tumbuh (KCT) mengindikasikan Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. KCT diukur dengan jumlah tambahan perkecambahan setiap hari atau etmal pada kurun waktu perkecambahan dalam kondisi optimum. Secara teoritis, KCT maksimal ialah 50% per etmal apabila benih tumbuh normal 100% sesudah dua etmal.
Tolak ukur VKT yang lain misalnya Keserempakan Tumbuh (KST). Analisis vigor benih didasarkan persentase kecambah normal yang tumbuh kuat dihitung pada satu Momen Periode Viabilitas (MPV). Baik untuk analisis vigor benih dengan tolak ukur KCT maupun KST benih ditanam pada media yang optimum. Analisis vigor juga dapat dilakukan pada media yang tidak optimum. Misalnya, kita membuat analisis vigor benih terhadap kekeringan. Pada kondisi kekeringan dapat dijabarkan oleh media yang memilki tekanan osmotik tinggi. Pada kondisi demikian benih memerlukan energi yang lebih tinggi untuk menyerap air. Hanya benih yang vigor saja yang lebih menyerap air dan tumbuh normal.
Analisis vigor benih ternyata dapat kita kembangkan terus. Betapa besarnya variasi kondisi lapang, dan betapa besarnya jumlah spesies yang benihnya harus dianalisis, vigor benih itu dibagaikan gatra yang tidak bakal habis untuk dikaji. Analisis vigor benih memerlukan banyak inovasi orang-orang benih karena viabilitas absolut diperlukan untuk selalu diinformasikan kepada konsumen benih.
Ekstensifikasi pertanian sering mendapat hambatan karena jumlah lahan yang sesuai untuk dijadikan lahan pertanian semakin terbatas. Lahan yang terbatas ini selalu menjadi masalah, di satu sisi produksi tanaman harus ditingkatkan untuk memenuhi ketahanan pangan, di lain sisi tanah dan produktivitasnya bermasalah.  Sebagian tanah tersebut tidak sesuai dijadikan sebagai lahan pertanian karena adanya faktor pembatas seperti tanah masam, salin, dll.
Secara umum pengujian viabilitas benih mencakup pengujian daya berkecambah atau daya tumbuh dan pengujian vigor benih. Perbedaan antara daya berkecambah dengan vigor benih adalah bila informasi daya berkecambah ditentukan oleh kecambah yang tumbuh normal pada lingkungan yang optimum, sedangkan vigor ditentukan oleh kecambah yang tumbuh normal pada lingkungan yang suboptimum atau bibit yang tumbuh di lapang.
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian vigor benih jagung dengan 3 ulangan yang dilakukan pada aqua gelas plastik yang berisi media pasir, media tanah merah dan batu bata yang dihaluskan. Benih jagung dikecambahkan di ruangan terbuka yang memiliki kondisi optimum untuk perkecambahan benih.

1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
1.        Mahasiswa mampu melaksanakan pengujian vigor terutama pada benih tanaman pangan.
2.         Menghitung tinggi kecambahan dan panjang akar dengan tiga ulangan yaitu melalui media pasir, tanah merah dan batu bata.
3.        Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui kriteria benih yang normal kuat, normal tidak kuat, abnormal dan mati.
4.         Mengetahui mutu atau kualitas benih.





II.    TINJAUAN PUSTAKA

2.1     Tinjauan Umum Benih
Benih yang baik untuk ditanam ialah benih yang memiliki daya kecambah tinggi. Daya berkecambah suatu benih dapat diartikan sebagai mekar dan berkembangnya bagian–bagian penting dari suatu embrio suatu benih yang menunjukkan kemampuannya untuk tumbuh secara normal pada lingkungan yang sesuai. Dengan demikian pengujian daya kecambah benih ialah pengujian akan sejumlah benih, berupa persentase dari jumlah benih tersebut yang dapat atau mampu berkecambah pada jangka waktu yang telah ditentukan (Danuarti 2005).
Ciri utama benih ialah kalau benih itu dapat dibedakan dari biji karena mempunyai daya hidup yang disebut viabilitas. Namun, semua insane benih, apapun fungsi yang disandangnya, senantiasa mendambakan benih vigor, tidak sekedar benih yang hidup (viable). Sekedar benih yang mempunyai potensi hidup normal pun tidak cukup. Mengenai benih yang hidup, kalau dibatasi secara negatif menjadi gampang. Indikasi bahwa benih itu mati. Kalaupun benih itu menunjukkan gejala hidup saja, misalnya yang ditunjukkan oleh tingkat pernapasannya, bahkan oleh sel-sel embrio yang tidak mati. Benih dapat dikategorikan mempunyai daya hidup sekalipun benih itu tidak menunjukkan pertumbuhan. Kalau benih itu menumbuhkan akar embrionalnya, benih itu hidup (Sjamsoe’oed Sadjad, 1999).
Mutu benih mencakup tiga aspek, yaitu :
a.      Mutu genetik, yaitu aspek mutu benih yang ditentukan berdasarkan identitas genetik yang telah ditetapkan oleh pemulia dan tingkat kemurnian dari varietas yang dihasilkan, identitas benih yang dimaksud tidak hanya ditentukan oleh tampilan benih, tetapi juga fenotipe tanaman.
b.    Mutu fisiologi, yaitu aspek mutu benih yang ditunjukkan oleh viabilitas benih meliputi daya berkecambah/daya tumbuh dan vigor benih.
c.      Mutu fisik, yaitu aspek mutu benih yang ditunjukkan oleh tingkat kebersihan, keseragaman biji dari segi ukuran maupun bobot, kontaminasi dari benih lain atau gulma, dan kadar air.
Benih yang tidak berkecambah adalah benih yang tidak berkecambah sampai akhir masa pengujian, yang digolongkan menjadi :
a.      Benih segar tidak tumbuh, yaitu selain benih keras yang gagal berkecambah namun tetap baik dan sehat dan mempunyai potensi untuk tumbuh menjadi kecambah normal. Benih dapat menyerap air, sehingga dapat terlihat benih tampak mengembang. Namun tidak ada pemunculan struktur penting dari perkecambahan benih. Dan jika waktu penyemaian diperpanjang benih akan tumbuh normal.
b.    Benih keras, yaitu benih yang tetap keras sampai akhir masa pengujian. Benih tersebut tidak mampu menyerap air terlihat dari besarnya benih tidak mengembang, dan jika dibandingkan dengan benih segar tidak tumbuh ukuran benih keras lebih kecil. Hal ini disebabkan karena kulit benih yang impermiabel terhadap gas dan air.
c.     Benih mati, adalah benih yang sampai pada akhir masa pengujian tidak keras, tidak segar, dan tidak berkecambah. Benih mati dapat dilihat dari keadaan benih yang telah membusuk, warna benih terlihat agak kecoklatan. Hal ini disebabkan karena adanya penyakit primer yang menyerang benih. Disebabkan karena pada saat kultur teknis dilapangan tanaman yang menjadi induk telah terserang hama dan penyakit sehingga pada benih tersebut berpotensi membawa penyakit dari induknya.
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embrio. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio (Suwandi et al, 1995)
Benih yang tidak berkecambah adalah benih yang tidak berkecambah sampai akhir masa pengujian, yang digolongkan menjadi benih segar tidak tumbuh, benih keras, yang gagal berkecambah namun tetap baik dan sehat dan mempunyai potensi untuk tumbuh menjadi kecambah normal. Benih dapat menyerap air, sehingga dapat terlihat benih tampak mengembang. Namun tidak ada pemunculan struktur penting dari perkecambahan benih. Dan jika waktu penyemaian diperpanjang benih akan tumbuh normal. Benih keras adalah benih yang tetap keras sampai akhir masa pengujian. Benih tersebut tidak mampu menyerap air terlihat dari besarnya benih tidak mengembang, dan jika dibandingkan dengan benih segar tidak tumbuh ukuran benih keras lebih kecil. Hal ini disebabkan karena kulit benih yang impermeable terhadap gas dan air. Benih mati adalah benih yang sampai pada akhir masa pengujian tidak keras, tidak segar, dan tidak berkecambah. Benih mati dapat dilihat dari keadaan benih yang telah membusuk, warna benih terlihat agak kecoklatan. Hal ini disebabkan karena adanya penyakit primer yang menyerang benih. Disebabkan karena pada saat kultur teknis dilapangan tanaman yang menjadi induk telah terserang hama dan penyakit sehingga pada benih tersebut berpotensi membawa penyakit dari induknya (Ryoo and Cho, 2002).
Benih yang telah berkecambah harus dievaluasi agar dapat dinilai dengan benar apakah kecambah tersebut termasuk kecambah normal, kecambah abnormal, benih mati, benih segar, atau benih keras. Penilaian terhadap kecambah benih yang diamati memerlukan ketelitian dan keahlian. Struktur kecambah yang dinilai adalah poros embrio dan kotiledonnya untuk tanaman dikotil, sedangkan penilaian kecambah pada tanaman monokotil adalah poros embrio dan pertumbuhan akar seminal. Kecambah juga dapat dibedakan antara tipe epigeal dan hypogeal. Epigeal adalah tipe kecambah yang kotiledonnya akan terangkat keatas permukaan tanah jika ditanam dilapang, dan hipogeal adalah tipe kecambah yang kotiledonnya tidak terangkat kepermukaan tanah.
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.
 



Gambar 1. Jagung

Klasifikasi tanaman jagung :
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas               : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas        : Commelinidae
Ordo                : Poales
Famili              : Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus              : Zea
Spesies            : Zea mays L. (Rukmana, 1997).       


 
Gambar 2. Benih jagung

Jagung adalah tanaman rerumputan tropis yang sangat adaptif terhadap perubahan iklim dan memiliki masa hidup 70-210 hari. Jagung dapat tumbuh hingga ketinggian 3 meter. Jagung memiliki nama latin Zea mays. Tidak seperti tanaman biji-bijian lain, tanamn jagung merupakan satu satunya tanaman yang bunga jantan dan betinanya terpisah (Belfield dan Brown, 2008).
Jagung dapat menghasilkan hasil panen melimpah dengan curah hujan 300 mm perbulan. Jika kurang dari 300 mm perbulan akan mengakibatkan kerusakan pada tanaman jagung, namun demikian, faktor dari kelembapan tanah juga berdampak pada berkurangnya hasil panen (Belfield dan Brown, 2008).
Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun interval waktu antar tahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat berbeda. Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu:
1.      Fase perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama.
2.      Fase pertumbuhan vegetatif, yaitu fase mulai munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase ini diidentifiksi dengan jumlah daun yang terbentuk, dan
3.      Fase reproduktif, yaitu fase pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis.
Perkecambahan benih jagung terjadi ketika radikula muncul dari kulit biji. Benih jagung akan berkecambah jika kadar air benih pada saat di dalam tanah meningkat >30% (McWilliamset al.1999).
Syarat tumbuh
1)      Iklim 
·         Iklim yang kehendaki oleh sebagian besar tanaman adalah daerah-daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang basah, jagung dapat tumbuh didaerah yang terletak antara 0-5 derajat LU hingga 0-40 derajat LS. 
·         Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musimkemarau. 
·         Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/merana dan memberikan biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah. 
·         Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34 derajat C, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27 dserajat C. Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 derajat C. 
·         Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik dari pada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil. 
2)      Media Tanam
·         Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar supaya dapat tumbuh optimum tanah harus gembur, subur dan kaya humus. 
·         Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain andosol, latosol, grumosol, tanah berpasir. Pada tanah-tanah dengan tekstur berat masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik dengan pengolahan tanah secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur lempung/liat berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhan. 
·         Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara tanaman. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah antara 5,6-7,5.
·         Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik. 
·         Tanah dengan kemiringan kurang dari 8% dapat ditanami jagung, karena disana kemungkinan terjadi erosi tanah sangat kecil. Sedangkan daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8%, sebaiknya dilakukan pembentukan teras terlebih dahulu. 
3)      Ketinggian Tempat
   Jagung dapat ditanam di Indonesia dari dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian optimum antara 0-600 m dpl merupakan ketinggian yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung. 
Proses perkecambahan benih jagung, mula-mula benih menyerap air melalui proses imbibisi dan benih membengkak yang diikuti oleh kenaikan aktivitas enzim dan respirasi yang tinggi. Perubahan awal sebagian besar adalah katabolisme pati, lemak, dan protein yang tersimpan dihidrolisis menjadi zat-zat yang mobil, gula, asam-asam lemak, dan asam amino yang dapat diangkut ke bagian embrio yang tumbuh aktif. Pada awal perkecambahan, koleoriza memanjang menembus pericarp, kemudian radikel menembus koleoriza.
 Setelah radikel muncul, kemudian empat akar seminal lateral juga muncul. Pada waktuyang sama atau sesaat kemudian plumule tertutupi oleh koleoptil. Koleoptil terdorong ke atas oleh pemanjangan mesokotil, yang mendorong koleoptilke permukaan tanah. Mesokotil berperan penting dalam pemunculan kecambah ke atas tanah. Ketika ujung koleoptil muncul ke luar permukaan tanah, pemanjangan mesokotil terhenti dan plumul muncul dari koleoptil dan menembus permukaan tanah. Benih jagung umumnya ditanam pada kedalaman 5-8 cm. Bila kelembaban tepat, pemunculan kecambah seragam dalam 4-5 hari setelah tanam. Semakin dalam lubang tanam semakin lama pemunculan kecambah ke atas permukaan tanah. Pada kondisi lingkungan yang lembab, tahap pemunculan berlangsung 4-5 hari setelah tanam, namun pada kondisi yang dingin atau kering, pemunculan tanaman dapat berlangsung hingga dua minggu setelah tanam atau lebih. Keseragaman perkecambahan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang tinggi. Perkecambahan tidak seragam jika daya tumbuh benih rendah. Tanaman yang terlambat tumbuh akan ternaungi dan gulma lebih bersaing dengan tanaman, akibatnya tanaman yang terlambat tumbuh tidak normal dan tongkolnya relatif lebih kecil dibanding tanaman yang tumbuh lebih awal dan seragam.

2.2    Uji Kekuatan Kecambah
Daya berkecambahnya benih dapat diartikan sebagai berkembangnya bagian-bagian penting dari embrio suatu benih yang menunjukkan kemampuannya untuk tumbuh secara normal pada lingkungan yang sesuai. Dengan demikian, pengujian daya tumbuh atau daya berkecambah benih ialah pengujian akan sejumlah benih, beberapa persentase dari jumlah benih tersebut yang dapat atau mampu berkecambah pada jangka waktu yang telah ditentukan (Eko Pramono, 2009).
 Tujuan dari pengujian daya berkecambah adalah memperoleh informasi nilai penanaman benih dilapangan, membandingkan kualitas benih antar seedlot (kelompok benih), menduga storabilitas (daya simpan) benih, dan memenuhi apakah nilai daya berkecambah benih telah memenuhi peraturan yang berlaku (Siregar dan Utami, 2004).
Daya berkecambah (viabilitas) dan kekuatan tumbuh (vigor) merupakan salah satu komponen dari mutu benih (selain kemurnian dan kadar air). Viabilitas benih harus diikuti dengan vigor yang tinggi, karena hanya dengan vigor tinggi benih mampu untuk berkembangbiak atau menyebarkan spesiesnya pada kondisi lingkungan yang optimum atau sub-optimum maupun dapat disimpan lama. Benih yang mempunyai viabilitas dan vigor yang baik akan berdampak pada produktivitas nantinya. Vigor benih yang tinggi dicirikan antara lain tahan disimpan lama, tahan terhadap serangan hama penyakit, cepat dan merata tumbuhnya serta mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan tumbuh yang sub optimal.
Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas yang baik. Vigor tumbuh dapat dikatakan sebagai “kekuatan tumbuh” untuk menjadi tanaman yang normal meskipun keadaan biofisik lapangan kurang menguntungkan (suboptimal). Vigor dapat dibedakan atas:
1.         Vigor benih
2.         Vigor kecambah
3.         Vigor bibit
4.         Vigor tanaman
Informasi tentang daya kecambah benih yang ditentukan di laboratorium adalah pada kondisi yang optimum. Padahal kondisi di lapang yang sebenarnya sangat beraneka ragam dan jarang didapati berada pada keadaan yang optimum. Keadaan sub optimum yang tidak menguntungkan di lapangan tersebut dapat menambah segi kelemahan benih dan mengakibatkan turunnya persentase perkecambahan serta lemahnya pertumbuhan selanjutnya. (Sajad, 1993).
Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik. Vigor benih di cerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas, masing-masing ‘kekuatan tumbuh’ dan ‘daya simpan’ benih. Kedua nilai fisiologi ini menempatkan benih pada kemungkinan kemampuannya untuk tumbuh menjadi tanaman normal meskipun keadaan di lapangan sub-optimum atau sesudah benih melampui suatu periode simpan yang lama. (Mugnisjah, 1990)
Tanaman dengan tingkat vigor yang tinggi mungkin dapat dilihat dari performance fenotipe kecambah atau bibitnya, yang selanjutnya mungkin dapat berfungsi sebagai landasan pokok untuk ketahananya terhadap berbagai kondisi  yang menimpanya (Bewley and Black. 1985).
Sadjad (1994) menguraikan vigor benih adalah kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal pada kondisi suboptimum di lapang, atau sesudah disimpan dalam kondisi simpan yang suboptimum dan ditanam dalam kondisi lapang yang optimum. Selanjutnya Perry (2002) mendefinisikan vigor sebagai keadaan fisiologis yang ditentukan oleh genotipe dan faktor lingkungan yang mengatur kemampuan benih memproduksi bibit yang tumbuh cepat di tanah serta memiliki toleransi terhadap berbagai kondisi lingkungan yang luas. Sementara itu, viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang dapat ditunjukkan dalam fenomena pertumbubannya, gejala metabolisme, kinerja kromosom atau garis viabilitas sedangkan viabilitas potensial adalah parameter viabilitas dari suatu lot benih yang menunjukkan kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal yang berproduksi normal pada kondisi lapang yang optitum (Harringto, 1972).
Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai pada tahapan bibit. Karena terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh karena itu digunakanlah kaidah korelasi misal dengan mengukur kecepatan berkecambah sebagai parameter vigor, karena di ketahui ada korelasi antara kecepatan berkecambah dengan tinggi rendahnya produksi tanaman. Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis dan mikrobia. (Sutopo, 1984)
Bahwa keadaan lingkungan di lapangan itu sangat penting dalam menentukan kekuatan tumbuh benih adalah sangat nyata dan perbedaan kekuatan tumbuh benih dapat terlihat nyata dalam keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan.
Di samping itu kecepatan tumbuh benih dapat pula menjadi petunjuk perbedaan kekuatan tumbuh. Kemunduran suatu benih dapat diterangkan sebagai turunnya kualitas atau viabilitas benih yang mengakibatkan rendahnya vigor dan jeleknya pertumbuhan tanaman serta produksinya. Di mana kejadian tersebut merupakan suatu proses yang tak dapat balik dari kualitas suatubenih. Benih yang memiliki vigor rendah akan berakibat terjadinyakemunduran yang cepat selama penyimpanan benih, makin sempitnya keadaan lingkungan dimana benih dapat tumbuh, kecepatan berkecambah benih menurun, kepekaan akan serangan hama dan penyakit meningkat, meningkatnya jumlah kecambah abnormal dan rendahnya produksi tanaman. Panen, pengeringan, pengolahan dan penyimpanan yang baik merupakan usaha-usaha yang dapat membantu menghambat proses kemunduran benih. Dengan penyimpanan yang baik dapat memperlambat terjadinya kemunduran fisiologis dari benih yang sudah mencapai vigor maksimum pada saat masak fisiologis.

2.3     Faktor yang Mempengaruhi
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap vigor benih :
1.         Faktor Genetik
Faktor yang mempengaruhi mutu benih antara lain faktor genetik, lingkungan dan status benih (kondisi fisik dan fisiologibenih). Genetik merupakan faktor bawaan yang berkaitan dengan komposisi genetika benih. Setiap varietas memiliki identitas genetika yang berbeda. Sebagai contoh, mutu daya simpan benih kedelai lebih rendah dibandingkan dengan mutu daya simpan benih jagung, hal ini diakibatkan perbedaan gen yang ada di dalam benih. Benih hibrida lebih vigor dibandingkan dengan benih non hibrida. Contoh: Benih jagung hibrida menghasilkan tanaman yang lebih vigor dibandingkan jagung non hibrida
2.         Kondisi Lingkungan Tumbuh dan ruang simpan
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap mutu benih berkaitan dengan kondisi dan perlakuan selama prapanen, pascapanen, maupun saat pemasaran benih. Lingkungan tumbuh selama periode pembentukan dan perkembangan benih berpengaruh terhadap kualitas benih yang dihasilkan. Ruang penyimpanan yang dilengkapi dengan pendingin dan pengatur RH mampu mempertahankan kualitas benih. Suhu yang terlalu dingin menyebabkan chilling injury.
3.         Kematangan Benih
Faktor kondisi fisik dan fisiologi benih berkaitan dengan performa benih seperti tingkat kemasakan, tingkat kerusakan mekanis, tingkat keusangan (hubungan antara vigor awal dan lamanya disimpan), tingkat kesehatan, ukuran dan berat jenis, komposisi kimia, struktur, tingkat kadar air dan dormansi benih. Kualitas maksimal suatu benih tercapai saat mencapai Matang Fisiologis. Pada saat Matang Fisiologi sakumulasi bahan kering (dry matter) dan bahan kimia yang terlibat dalam perkecambahan sudah mencapai maksimal. Panen sebelum atau sesudah matang fisologis kualitasnya lebih rendah dibandingkan saat matang fisiologis. Pemasakan benih pada kondisi suhu 350C lebih cepat perkecambahannya dibanding suhu 300C.
4.         Kadar air benih
Kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran benih. Kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Kadar air benih akan berpengaruh terhadap proses aktivasi enzim. Kadar air yang rendah dapat meminimalisir proses aktibvasi enzim (perombakan cadangan makanan). Bagi benih ortodok kadar air terlalu rendah menyebabkan cracking (retak) sedangkan bagi benih rekalsitran kadar air terlalu rendah menyebabkan gangguan fisiologis. Kadar air optimum setiap jenis benih berbeda-beda
5.         Proses Pengolahan Benih
Pengolahan yang baik tidak menyebabkan kerusakan pada benih. Pengolahan yang tidak baik menyebabkan benih memar, cracking atau pecah, case hardening (pengerasan kulit benih). Perontokan dan pengeringan merupakan tahap pengolahan yang paling berpengaruh terhadap kualitas benih.
6.         Jenis Kemasan
Jenis kemasan yang baik dapat mempertahankan kadar air dan vigor benih, selain itu kemasan yang baik juga dapat menghindari benih dari benturan, serangan hama dan penyakit. Contoh kemasan yang baik antara lain: kaleng, aluminium foil, plastik tebal, kertas semen dilapisi aspal dll.

Rendahnya vigor dapat disebabkan :
1.      Genetis
Ada kultivar-kultivar tertentu yang lebih peka terhadap keadaan lingkungannya yang kurang menguntungkan, ataupun tidak mampu untuk tumbuh cepat dibandingkan dengan kultivar lainnya.
2.      Fisiologis
Kondisi fisiologis yang berpengaruh adalah”immaturity” atau kekurang masakan benih saat panen dan kemunduran benih selama penyimpanan.
3.      Morfologis
Contohnya, benih yang kecil menghasilkan bibit yang kurang memiliki kekuatan tumbuh dibandingkan dengan benih yang besar
4.      Sitologis
Kemunduran benih yang disebabkan oleh antara lain aberasi khromosom
5.      Mekanis
Kerusakan mekanis yang terjadi pada benih pada saat panen, prosesing ataupun penyimpanan
6.      Mikrobia
Benih yang memiliki vigor rendah berakibat:
     1.      Kemunduran benih yang cepat selama penyimpanan
     2.      Makin sempitnya keadaan lingkungan di mana benih dapat tumbuh
     3.      Kecepatan berkecambah benih menurun
     4.      Kepekaan akan serangan hama penyakit meningkat
     5.      Meningkatnya jumlah kecambah abnormal
     6.      Rendahnya produksi tanaman






III.     METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 22 Mei 2014 pukul 11.00-12.00 di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3.2  Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalah :
A.      Alat-alat :
1.    Paku
2.    Wadah
3.    Sendok bata
           B.       Bahan-bahan :
1.    Benih jagung
2.    Air
3.    3 buah Aqua gelas
4.    Tanah merah
5.    Pasir
6.    Batu bata

3.3  Pelaksanaan
           1.      Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
           2.      Buat sekitar 4 lubang dibawah aqua gelas dengan menggunakan paku.
           3.      Isi aqua gelas 1 dengan Pasir, aqua gelas ke-2 dengan tanah merah dan aqua gelas ke-3 dengan batu bata yang sudah dihaluskan terlebih dahulu.
        4.      Masukkan masing-masing 4 benih jagung ke dalam aqua gelas dengan kedalaman ± 1 cm, kemudian siram dengan air secukupnya.
Ket: Benih jagung sudah direndam dalam air terlebih dahulu.
          5.      Media perkecambahan harus dijaga kelembabanya dengan menyiram secukupnya setiap hari.
          6.      Amati pertumbuhan tinggi kecambah dan panjang akar pada 4 HST.



 IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN
           4.1  Hasil
Tabel hasil Uji vigor
Kelompok
Benih
Media Pasir
Media Tanah merah
Media Batu bata
Tinggi Kecam-bah
Pajang Akar
Tinggi Kecam-bah
Panjang Akar
Tinggi Kecam-bah
Panjang Akar
1
1
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
2
1
0
0
6
2,3
8
3,1
2
0
0
0
0
6
3,375
3
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
3
1
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
4
1
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
5
1
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
6
1
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
radikula 0,5cm


4.2    Pembahasan
Percobaan yang dilakukan pada paktikum ini yaitu pengujian vigor benih jagung pada media tanam pasir, tanah merah dan batu bata yang sudah dihaluskan. Media tanam di dapat dari halaman sekitar laboratorium Faperta Untirta. Menurut Budiyati (1994), media tanam berfungsi sebagai tempat akar melekat, mempertahankan kelembaban dan sebagai sumber makanan. Media yang baik dapat menyimpan air untuk kemudian dapat dilepaskan sedikit demi sedikit dan dimanfaatkan oleh tanaman. 
Pasir sering digunakan sebagai media tanam alternatif untuk menggantikan fungsi tanah. Pasir dianggap memadai dan sesuai jika digunakan sebagai media untuk penyemaian benih, pertumbuhan bibit tanaman, dan perakaran setek batang tanaman. Sifat pasir cepat kering sehingga akan memudahkan proses pengangkatan bibit tanaman yang dianggap sudah cukup umur untuk dipindahkan ke media lain. Sementara bobot pasir yang cukup berat akan mempermudah tegaknya setek batang. Keunggulan media tanam pasir lainnya adalah kemudahan dalam penggunaan dan dapat meningkatkan sistem aerasi serta drainase media tanam.
Selain itu media tanah merah sebenarnya tidak menjadi material pokok dalam pembuatan media tanam tanaman pot. Akan lebih baik jika tanah merah digunakan sebagai material campuran karena tanah merah bersifat miskin unsur hara sehingga perlu dikombinasikan dengan bahan-bahan lain yang kaya akan unsur hara. Tanah merah dengan ciri warna merah terasi sangat bagus dijadikan material campuran media tanam pot karena tidak mudah lengket, dan bertekstur lembut, serta cenderung dapat menyimpan air.
Sedangkan media tanam batu bata halus juga dapat dijadikan alternatif sebagai media tanam. Media jenis ini juga berfungsi untuk melekatkan akar. Sebaiknya, ukuran batu-bata yang akan digunakan sebagai media tanam dibuat kecil seperti kerikil atau ditumbuk halus. Karena semakin kecil ukurannya, kemampuan daya serap batu bata terhadap air maupun unsur hara akan semakin baik. Selain itu, ukuran yang semakin kecil juga akan membuat sirkulasi udara dan kelembapan di sekitar akar tanaman berlangsung lebih baik. Walaupun miskin unsur hara, media pecahan batu bata tidak mudah melapuk. Dengan demikian, pecahan batu bata cocok digunakan sebagai media tanam di dasar pot karena memiliki kemampuan drainase dan aerasi yang baik.
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu melaksanakan pengujian vigor terutama pada benih tanaman pangan, menghitung tinggi kecambahan dan panjang akar dengan tiga ulangan, serta agar mahasiswa dapat mengetahui mutu benih.
Terlebih dahulu lubangi aqua gelas dengan menggunakan paku, maksudnya agar sirkulasi air dan udara lancar. Kemudian masukkan pasir, tanah merah dan pecahan batu bata pada aqua gelas yang berbeda. Setelah itu, masukkan 4 benih kedalam media tanam dengan kedalaman  ± 1 cm, lalu siram setiap hari.
Data yang didapat pada tabel hasil diatas (hal.17) menunjukkan hampir semua percobaan yang dilakukan tidak ada perkecambahann yang berarti. Perbedaan terdapat pada kelompok 6 dengan munculnya radikula pada 1 benih di media tanam batu bata. Selain itu, pada pengamatan kelompok 2 didapat hasil bahwa ada 1 benih yang tumbuh/berkecambah pada media tanah merah dengan tinggi kecambah 6cm dan panjang akar 2,3cm. Sedangkan pada media tanam batu bata kelompok 2, terdapat 2 benih yang berkecambah dengan tinggi kecambah benih 1 = 8cm dan panjang akar = 3,1cm, serta tinggi kecambah benih ke-2 = 6cm dan panjang akar = 3,375cm. Namun perlu diketahui bahwa benih yang digunakan oleh kelompok 2 berbeda dari benih yang digunakan oleh yang lainnya. Benih awal yang mereka gunakan memang benih dari laboratorium, namun karena hilang mereka menggantinya dengan benih jagung yang lain (varietas sama).
Mengapa terjadi perbedaan hasil antara pengamatan kelompok 2 dan kelompok yang lainnya? Jika dikaji, media tanam yang didapatkan setiap kelompok adalah sama & sumbernyapun sama, perlakuan terhadap benih juga sama, hari pengamatanpun sama. Perbedaan terletak pada benih yang berbeda, Kemungkinan kualitas benih merupakan faktornya. Bisa jadi, benih yang didapat dari laboratorium bukanlah benih yang bervigor tinggi. Sehingga ia tidak mampu tumbuh pada media suboptimum. Sedangkan benih yang digunakan kelompok 2 adalah benih vigor sehingga dapat tumbuh pada media tanam suboptimum.

Namun yang dipertanyakan lagi adalah mengapa benih tersebut tidak tumbuh dengan serempak? Perlu diketahui bahwa benih dikatakan vigor apabila menunjukkan kekuatan dan keserempakan tumbuh yang homogen. Faktanya, dari ke-4 benih yang ditanam pada media tanah merah hanya 1 benih yang tumbuh. Selain itu, dari ke-4 benih yang ditanam pada media batu bata hanya 2 benih yang tumbuh, itupun dengan ukuran yang berbeda. Mungkin disebabkan oleh mutu benih yang rendah, kurang selektif dalam memilih benih dan faktor lingkungan saat dilakukannya penanaman. Persentase keserempakan tumbuh benih yang rendah menunjukkan vigor yang rendah pula.
“Vigor benih di cerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas, masing-masing kekuatan tumbuh dan daya simpan benih”. Pada kenyataannya, benih yang didapat dari assistan laboratorium tidak memiliki kekuatan ketika ditempatkan pada media tanam suboptimum seperti pasir bangunan dan miskin unsur hara seperti tanah merah dan pecahan batu bata.
Munculnya radikula pada benih ke-4 (kelompok 6) menunjukkan adanya tanda-tanda perkecambahan pada media tanam batu bata, yaitu muncul radikula/calon akar. Namun, jika diperhatikan secara langsung, radikula ini tumbuh mmembengkok. Bisa dikatakan tidak normal. Yang dimaksud dengan kemampuan tumbuh secara normal yaitu dimana perkecambahan benih tersebut menunjukkan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang menjadi bibit tanaman yang baik dan normal, pada lingkungan yang telah disediakan yang sesuai bagi kepentingan pertumbuhan dan perkembangannya. Bila pengamatan dilakukan lebih lama, ada kemungkinan muncul plumula dan dapat dihitung tinggi kecambah serta panjang akarnya. Perlu diperhatikan juga kesalahan dalam penyusunan benih atau peletakan yang tidak rapi dapat menyebabkan plumulanya membengkok sehingga menjadi benih abnormal.
Hasil pengamatan ini berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa biji jagung akan berkecambah relatif lebih lambat, karena proses penyerapan dan pencernaan tidak akan terjadi atau baru dimulai sewaktu biji tersebut ditanamkan. Mungkin faktor lingkungan yang berpengaruh besar terhadap daya kecambah benih jagung ini.
Sebagai hasil penelitian yang dilakukan dengan seksama, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang demikian erat antara kecepatan berkecambahnya benih dengan vigor tanamannya. Ternyata dari adanya kenyataan bahwa benih yang kecepatan berkecambahnya tinggi, tanaman yang dihasilkannya akan lebih tahan terhadap keadaan atau lingkungan yang kurang menguntungkan. Dengan demikian jelas bahwa kecepatan berkecambahnya benih merupakan aspek penting dari vigor tanamannya, serta memberikan indeks vigor dari setiap kelompok benih. Karena itu perlu dilakukan pengujian tentang kecepatan berkecambah tersebut, yang penilaiannya dapat dilakukan dengan beberapa cara.
  





V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari pratikum diatas adalah :
1.   Meskipun benih sudah direndam terlebih dahulu untuk mengetahui benih yang bagus untuk ditanam, namun benih jagung laboratorium tidak tumbuh.
2.      Benih dari laboratorium bukan benih bervigor tinggi.
3.  Kesalahan dalam penyusunan benih atau peletakan yang tidak rapi dapat menyebabkan plumulanya membengkok sehingga menjadi benih abnormal.
4.      Benih dikatakan vigor apabila menunjukkan kekuatan dan keserempakan tumbuh yang homogen.
5.    Faktor yang mempengaruhi keserempakan dan kecepatan tumbuh benih antara lain mutu benih yang rendah, kurang selektif dalam memilih benih dan faktor lingkungan itu sendiri saat dilakukannya pratikum.
6.    Pratikum ini dilakukan karena  mengingat kondisi tanah Indonesia yang kebanyakan mengandung tanah salin.
7.  Pengujian vigor benih bertujuan agar mampu melaksanakan pengujian vigor benih, serta mengukur tinggi kecambah dan panjang akar. .
5.2 Saran
Semoga dapat terus ditingkatkan sehingga praktikan dapat mengikuti praktikum dengan baik. Lakukan pula pengujian tentang kecepatan & keserempakan berkecambah.







DAFTAR PUSTAKA

Belfield, Stephanie & Brown, Christine. 2008. Field Crop Manual. Maize (A Guide to Upland Production in Cambodia). Canberra
Bewley and Black. 1985. Physiology and Biochemistry of Seed in Relation to Germination. Vol. II. Springer-Verlag. Berlin, Heidelberg, New York. 37 p.
Danuarti 2005. Uji Cekaman Kekeringan Pada Tanaman.  Jurnal Ilmu Pertanian. 11 (1) : 22-31
Harringto. 1972. Seed Storage and Longevity, Seed Biology, Vol. III, In Ed
Kartasapoetra, A.G. 1988. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Daerah Tropik. Bina Aksara. Jakarta
Kozlowsky, T.T., Academic Press New York.
Pramono, Eko. 2009. Penuntun Praktikum Teknologi Benih. Bandar lampung. Universitas Lampung.
Rukmana, H.R. 1997. Budidaya Baby Corn. Kanisus. Jakarta
Ryoo, M.I. and H.Q. Cho. 2002. Feeding and oviposition preference and demography of rice weevil. Entomol 21:549-555
Sadjad, Sjamsoe’oed.1993. Dari Benih Kepada Benih. PT Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta
Sadjad, Sjamsoe’oed. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih. Grasindo. Jakarta.
Semsilomba.2008. Vigor Benih. Semsilomba.blogspot.com . [21-12-2009]
Siregar, H. dan N.W. Utami. 2004. Perkecambahan biji Kenari Babi (Canarium decumanum Gaertn). Jurnal Kebun Raya Indonesia (8)1 : 25-29,
Sutopo, L. 1984. Teknologi Benih. Rajawali Press. Jakarta.

http://om-tani.blogspot.com/2013/01/teknik-budidaya-tanaman-jagung.html
Teknis-budidaya.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar