I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Didalam jiwa
benih terdapat suatu istilah yang dinamakan vigor benih.Vigor benih adalah
kemampuan benih untuk bertahan hidup maupun daya kecambahnya pada kondisi
lingkungan suboptimum. Kondisi suboptimum
bisa berupa tanah salin, tanah asam maupun kekeringan. Benih yang mampu mengatasi kondisi tersebut termasuk lot
benih bervigor tinggi. Benih yang
vigor akan dapat tumbuh cepat dan serempak.
Uji vigor dapat dilakukan pada media tumbuh yang optimum
dengan menilai kecepatan tumbuh benih dan keserempakan tumbuhnya. Uji vigor dapat
dilakukan dengan menanam benih pada media suboptimum. Tolak ukur kecepatan
tumbuh (KCT) mengindikasikan Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi
kondisi lapang yang suboptimum. KCT diukur
dengan jumlah tambahan perkecambahan setiap hari atau etmal pada kurun waktu
perkecambahan dalam kondisi optimum. Secara teoritis, KCT maksimal ialah 50%
per etmal apabila benih tumbuh normal 100% sesudah dua etmal.
Tolak ukur VKT yang lain
misalnya Keserempakan Tumbuh (KST). Analisis vigor benih
didasarkan persentase kecambah normal yang tumbuh kuat dihitung pada satu Momen
Periode Viabilitas (MPV). Baik untuk
analisis vigor benih dengan tolak ukur KCT maupun KST benih ditanam pada media
yang optimum. Analisis vigor juga dapat dilakukan pada media yang tidak
optimum. Misalnya,
kita membuat analisis vigor benih terhadap kekeringan. Pada kondisi kekeringan
dapat dijabarkan oleh media yang memilki tekanan osmotik tinggi. Pada kondisi
demikian benih memerlukan energi yang lebih tinggi untuk menyerap air. Hanya
benih yang vigor saja yang lebih menyerap air dan tumbuh normal.
Analisis vigor benih ternyata dapat kita kembangkan
terus. Betapa besarnya variasi kondisi lapang, dan betapa besarnya jumlah
spesies yang benihnya harus dianalisis, vigor benih itu dibagaikan gatra yang
tidak bakal habis untuk dikaji. Analisis vigor benih memerlukan banyak inovasi
orang-orang benih karena viabilitas absolut diperlukan untuk selalu
diinformasikan kepada konsumen benih.
Ekstensifikasi pertanian sering mendapat hambatan karena
jumlah lahan yang sesuai untuk dijadikan lahan pertanian semakin terbatas.
Lahan yang terbatas ini selalu menjadi masalah, di satu sisi produksi tanaman
harus ditingkatkan untuk memenuhi ketahanan pangan, di lain sisi tanah dan produktivitasnya
bermasalah. Sebagian tanah tersebut
tidak sesuai dijadikan sebagai lahan pertanian karena adanya faktor pembatas
seperti tanah masam, salin, dll.
Secara umum pengujian
viabilitas benih mencakup pengujian daya berkecambah atau daya tumbuh dan
pengujian vigor benih. Perbedaan antara daya berkecambah dengan vigor benih
adalah bila informasi daya berkecambah ditentukan oleh kecambah yang tumbuh
normal pada lingkungan yang optimum, sedangkan vigor ditentukan oleh kecambah
yang tumbuh normal pada lingkungan yang suboptimum atau bibit yang tumbuh di
lapang.
Pada praktikum kali ini
dilakukan pengujian vigor benih jagung dengan 3 ulangan yang dilakukan pada
aqua gelas plastik yang berisi media pasir, media tanah merah dan batu bata
yang dihaluskan. Benih jagung dikecambahkan di ruangan terbuka yang memiliki
kondisi optimum untuk perkecambahan benih.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
1.
Mahasiswa
mampu melaksanakan pengujian vigor terutama pada benih tanaman pangan.
2.
Menghitung tinggi kecambahan dan
panjang akar dengan tiga ulangan yaitu
melalui media pasir,
tanah merah dan batu bata.
3. Mahasiswa
dapat memahami dan mengetahui kriteria benih yang normal kuat,
normal tidak kuat, abnormal dan mati.
4.
Mengetahui
mutu atau kualitas benih.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan
Umum Benih
Benih yang baik untuk ditanam ialah benih yang memiliki daya
kecambah tinggi. Daya berkecambah suatu benih dapat diartikan sebagai mekar dan
berkembangnya bagian–bagian penting dari suatu embrio suatu benih yang menunjukkan
kemampuannya untuk tumbuh secara normal pada lingkungan yang sesuai. Dengan
demikian pengujian daya kecambah benih ialah pengujian akan sejumlah benih,
berupa persentase dari jumlah benih tersebut yang dapat atau mampu berkecambah
pada jangka waktu yang telah ditentukan (Danuarti 2005).
Ciri
utama benih ialah kalau benih itu dapat dibedakan dari biji karena mempunyai
daya hidup yang disebut viabilitas. Namun, semua insane benih, apapun fungsi
yang disandangnya, senantiasa mendambakan benih vigor, tidak sekedar benih yang
hidup (viable). Sekedar benih yang mempunyai potensi hidup normal pun tidak
cukup. Mengenai benih yang hidup, kalau dibatasi secara negatif menjadi
gampang. Indikasi bahwa benih itu mati. Kalaupun benih itu menunjukkan gejala
hidup saja, misalnya yang ditunjukkan oleh tingkat pernapasannya, bahkan oleh
sel-sel embrio yang tidak mati. Benih dapat dikategorikan mempunyai daya hidup
sekalipun benih itu tidak menunjukkan pertumbuhan. Kalau benih itu menumbuhkan
akar embrionalnya, benih itu hidup (Sjamsoe’oed Sadjad, 1999).
Mutu
benih mencakup tiga aspek, yaitu :
a. Mutu genetik, yaitu aspek
mutu benih yang ditentukan berdasarkan identitas genetik yang telah ditetapkan
oleh pemulia dan tingkat kemurnian dari varietas yang dihasilkan, identitas
benih yang dimaksud tidak hanya ditentukan oleh tampilan benih, tetapi juga
fenotipe tanaman.
b. Mutu fisiologi, yaitu aspek
mutu benih yang ditunjukkan oleh viabilitas benih meliputi daya
berkecambah/daya tumbuh dan vigor benih.
c. Mutu fisik, yaitu aspek mutu
benih yang ditunjukkan oleh tingkat kebersihan, keseragaman biji dari segi
ukuran maupun bobot, kontaminasi dari benih lain atau gulma, dan kadar air.
Benih yang tidak berkecambah
adalah benih yang tidak berkecambah sampai akhir masa pengujian, yang
digolongkan menjadi :
a.
Benih
segar tidak tumbuh, yaitu selain benih keras yang gagal berkecambah namun tetap
baik dan sehat dan mempunyai potensi untuk tumbuh menjadi kecambah normal.
Benih dapat menyerap air, sehingga dapat terlihat benih tampak mengembang.
Namun tidak ada pemunculan struktur penting dari perkecambahan benih. Dan jika
waktu penyemaian diperpanjang benih akan tumbuh normal.
b. Benih
keras, yaitu benih yang tetap keras sampai akhir masa pengujian. Benih tersebut
tidak mampu menyerap air terlihat dari besarnya benih tidak mengembang, dan
jika dibandingkan dengan benih segar tidak tumbuh ukuran benih keras lebih
kecil. Hal ini disebabkan karena kulit benih yang impermiabel terhadap gas dan
air.
c. Benih
mati, adalah benih yang sampai pada akhir masa pengujian tidak keras, tidak
segar, dan tidak berkecambah. Benih mati dapat dilihat dari keadaan benih yang
telah membusuk, warna benih terlihat agak kecoklatan. Hal ini disebabkan karena
adanya penyakit primer yang menyerang benih. Disebabkan karena pada saat kultur
teknis dilapangan tanaman yang menjadi induk telah terserang hama dan penyakit
sehingga pada benih tersebut berpotensi membawa penyakit dari induknya.
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk
melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun
pada embrio. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan
kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi
dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment
skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan
stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio (Suwandi et al, 1995)
Benih yang tidak berkecambah adalah benih yang tidak
berkecambah sampai akhir masa pengujian, yang digolongkan menjadi benih segar
tidak tumbuh, benih keras, yang gagal berkecambah namun tetap baik dan sehat dan
mempunyai potensi untuk tumbuh menjadi kecambah normal. Benih dapat menyerap
air, sehingga dapat terlihat benih tampak mengembang. Namun tidak ada
pemunculan struktur penting dari perkecambahan benih. Dan jika waktu penyemaian
diperpanjang benih akan tumbuh normal. Benih keras adalah benih yang tetap
keras sampai akhir masa pengujian. Benih tersebut tidak mampu menyerap air
terlihat dari besarnya benih tidak mengembang, dan jika dibandingkan dengan
benih segar tidak tumbuh ukuran benih keras lebih kecil. Hal ini disebabkan
karena kulit benih yang impermeable terhadap gas dan air. Benih mati adalah
benih yang sampai pada akhir masa pengujian tidak keras, tidak segar, dan tidak
berkecambah. Benih mati dapat dilihat dari keadaan benih yang telah membusuk, warna
benih terlihat agak kecoklatan. Hal ini disebabkan karena adanya penyakit
primer yang menyerang benih. Disebabkan karena pada saat kultur teknis
dilapangan tanaman yang menjadi induk telah terserang hama dan penyakit
sehingga pada benih tersebut berpotensi membawa penyakit dari induknya (Ryoo
and Cho, 2002).
Benih yang telah berkecambah harus
dievaluasi agar dapat dinilai dengan benar apakah kecambah tersebut termasuk
kecambah normal, kecambah abnormal, benih mati, benih segar, atau benih keras.
Penilaian terhadap kecambah benih yang diamati memerlukan ketelitian dan
keahlian. Struktur kecambah yang dinilai adalah poros embrio dan kotiledonnya
untuk tanaman dikotil, sedangkan penilaian kecambah pada tanaman monokotil
adalah poros embrio dan pertumbuhan akar seminal. Kecambah juga dapat dibedakan
antara tipe epigeal dan hypogeal. Epigeal adalah tipe kecambah yang
kotiledonnya akan terangkat keatas permukaan tanah jika ditanam dilapang, dan
hipogeal adalah tipe kecambah yang kotiledonnya tidak terangkat kepermukaan
tanah.
Jagung merupakan tanaman
semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari.
Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua
untuk tahap pertumbuhan generatif.
Gambar 1. Jagung
Klasifikasi tanaman jagung :
Kingdom :
Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi :
Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi :
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas :
Liliopsida (berkeping satu /
monokotil)
Sub Kelas :
Commelinidae
Ordo :
Poales
Famili :
Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus :
Zea
Spesies :
Zea mays L. (Rukmana, 1997).
Gambar
2. Benih jagung
Jagung adalah tanaman rerumputan tropis yang sangat adaptif
terhadap perubahan iklim dan memiliki masa hidup 70-210 hari. Jagung dapat
tumbuh hingga ketinggian 3 meter. Jagung memiliki nama latin Zea mays. Tidak seperti tanaman
biji-bijian lain, tanamn jagung merupakan satu satunya tanaman yang bunga
jantan dan betinanya terpisah (Belfield dan Brown, 2008).
Jagung dapat menghasilkan hasil panen melimpah dengan curah
hujan 300 mm perbulan. Jika kurang dari 300 mm perbulan akan mengakibatkan
kerusakan pada tanaman jagung, namun demikian, faktor dari kelembapan tanah
juga berdampak pada berkurangnya hasil panen (Belfield dan Brown, 2008).
Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama,
namun interval waktu antar tahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat
berbeda. Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu:
1.
Fase
perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji
sampai dengan sebelum munculnya daun pertama.
2.
Fase
pertumbuhan vegetatif, yaitu fase mulai munculnya daun pertama yang terbuka
sempurna sampai tasseling dan sebelum
keluarnya bunga betina (silking), fase ini diidentifiksi dengan jumlah daun
yang terbentuk, dan
3. Fase reproduktif, yaitu fase
pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis.
Perkecambahan benih jagung terjadi ketika radikula muncul
dari kulit biji. Benih jagung akan berkecambah jika kadar air benih pada saat
di dalam tanah meningkat >30% (McWilliamset al.1999).
Syarat tumbuh
1)
Iklim
·
Iklim
yang kehendaki oleh sebagian besar tanaman adalah daerah-daerah beriklim sedang
hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang basah, jagung dapat tumbuh
didaerah yang terletak antara 0-5 derajat LU hingga 0-40 derajat LS.
·
Pada
lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman memerlukan curah hujan ideal
sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian
biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung ditanam
diawal musim hujan, dan menjelang musimkemarau.
·
Pertumbuhan
tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang
ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/merana dan memberikan biji yang kurang
baik bahkan tidak dapat membentuk buah.
·
Suhu
yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34 derajat C, akan tetapi bagi
pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27 dserajat C.
Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30
derajat C.
·
Saat
panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik dari pada musim
hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan
hasil.
2)
Media Tanam
·
Jagung
tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar supaya dapat tumbuh
optimum tanah harus gembur, subur dan kaya humus.
·
Jenis
tanah yang dapat ditanami jagung antara lain andosol, latosol, grumosol, tanah
berpasir. Pada tanah-tanah dengan tekstur berat masih dapat ditanami jagung
dengan hasil yang baik dengan pengolahan tanah secara baik. Sedangkan untuk
tanah dengan tekstur lempung/liat berdebu adalah yang terbaik untuk
pertumbuhan.
·
Keasaman
tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara tanaman. Keasaman
tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah antara 5,6-7,5.
·
Tanaman
jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi
baik.
·
Tanah
dengan kemiringan kurang dari 8% dapat ditanami jagung, karena disana
kemungkinan terjadi erosi tanah sangat kecil. Sedangkan daerah dengan tingkat
kemiringan lebih dari 8%, sebaiknya dilakukan pembentukan teras terlebih
dahulu.
3)
Ketinggian Tempat
Jagung dapat ditanam di Indonesia dari
dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara
1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian optimum antara 0-600 m dpl merupakan
ketinggian yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung.
Proses perkecambahan benih jagung, mula-mula benih menyerap
air melalui proses imbibisi dan benih membengkak yang diikuti oleh kenaikan
aktivitas enzim dan respirasi yang tinggi. Perubahan awal sebagian besar adalah
katabolisme pati, lemak, dan protein yang tersimpan dihidrolisis menjadi
zat-zat yang mobil, gula, asam-asam lemak, dan asam amino yang dapat diangkut
ke bagian embrio yang tumbuh aktif. Pada awal perkecambahan, koleoriza
memanjang menembus pericarp, kemudian radikel menembus koleoriza.
Setelah radikel muncul, kemudian empat akar seminal lateral
juga muncul. Pada waktuyang sama atau sesaat kemudian plumule tertutupi oleh
koleoptil. Koleoptil terdorong ke atas oleh pemanjangan mesokotil, yang
mendorong koleoptilke permukaan tanah. Mesokotil berperan penting dalam
pemunculan kecambah ke atas tanah. Ketika ujung koleoptil muncul ke luar
permukaan tanah, pemanjangan mesokotil terhenti dan plumul muncul dari
koleoptil dan menembus permukaan tanah. Benih jagung umumnya ditanam pada
kedalaman 5-8 cm. Bila kelembaban tepat, pemunculan kecambah seragam dalam 4-5
hari setelah tanam. Semakin dalam lubang tanam semakin lama pemunculan kecambah
ke atas permukaan tanah. Pada kondisi lingkungan yang lembab, tahap pemunculan
berlangsung 4-5 hari setelah tanam, namun pada kondisi yang dingin atau kering,
pemunculan tanaman dapat berlangsung hingga dua minggu setelah tanam atau
lebih. Keseragaman perkecambahan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang
tinggi. Perkecambahan tidak seragam jika daya tumbuh benih rendah. Tanaman yang
terlambat tumbuh akan ternaungi dan gulma lebih bersaing dengan tanaman,
akibatnya tanaman yang terlambat tumbuh tidak normal dan tongkolnya relatif
lebih kecil dibanding tanaman yang tumbuh lebih awal dan seragam.
2.2 Uji Kekuatan Kecambah
Daya berkecambahnya benih dapat diartikan sebagai
berkembangnya bagian-bagian penting dari embrio suatu benih yang menunjukkan
kemampuannya untuk tumbuh secara normal pada lingkungan yang sesuai. Dengan
demikian, pengujian daya tumbuh atau daya berkecambah benih ialah pengujian
akan sejumlah benih, beberapa persentase dari jumlah benih tersebut yang dapat
atau mampu berkecambah pada jangka waktu yang telah ditentukan (Eko Pramono,
2009).
Tujuan dari pengujian
daya berkecambah adalah memperoleh informasi nilai penanaman benih dilapangan,
membandingkan kualitas benih antar seedlot
(kelompok benih), menduga storabilitas (daya simpan) benih, dan memenuhi
apakah nilai daya berkecambah benih telah memenuhi peraturan yang berlaku
(Siregar dan Utami, 2004).
Daya berkecambah (viabilitas) dan kekuatan tumbuh (vigor)
merupakan salah satu komponen dari mutu benih (selain kemurnian dan
kadar air).
Viabilitas benih harus diikuti dengan vigor yang tinggi, karena hanya dengan
vigor tinggi benih mampu untuk berkembangbiak atau menyebarkan spesiesnya pada
kondisi lingkungan yang optimum atau sub-optimum maupun dapat disimpan lama.
Benih yang mempunyai viabilitas dan vigor yang baik akan berdampak pada
produktivitas nantinya. Vigor benih yang tinggi dicirikan antara lain tahan
disimpan lama, tahan terhadap serangan hama penyakit, cepat dan merata
tumbuhnya serta mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi
baik dalam keadaan lingkungan tumbuh yang sub optimal.
Secara ideal semua benih harus
memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi
lapangan yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi
tinggi dengan kualitas yang baik. Vigor tumbuh dapat dikatakan sebagai
“kekuatan tumbuh” untuk menjadi tanaman yang normal meskipun keadaan biofisik
lapangan kurang menguntungkan (suboptimal). Vigor dapat dibedakan atas:
1.
Vigor benih
2.
Vigor kecambah
3.
Vigor bibit
4.
Vigor tanaman
Informasi tentang daya kecambah benih yang ditentukan di
laboratorium adalah pada kondisi yang optimum. Padahal kondisi di lapang yang
sebenarnya sangat beraneka ragam dan jarang didapati berada pada keadaan yang
optimum. Keadaan sub optimum yang tidak menguntungkan di lapangan tersebut
dapat menambah segi kelemahan benih dan mengakibatkan turunnya persentase
perkecambahan serta lemahnya pertumbuhan selanjutnya. (Sajad, 1993).
Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang
tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan
tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik.
Vigor benih di cerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas, masing-masing
‘kekuatan tumbuh’ dan ‘daya simpan’ benih. Kedua nilai fisiologi ini
menempatkan benih pada kemungkinan kemampuannya untuk tumbuh menjadi tanaman
normal meskipun keadaan di lapangan sub-optimum atau sesudah benih melampui
suatu periode simpan yang lama. (Mugnisjah, 1990)
Tanaman dengan tingkat vigor yang tinggi mungkin dapat
dilihat dari performance fenotipe kecambah atau bibitnya, yang selanjutnya
mungkin dapat berfungsi sebagai landasan pokok untuk ketahananya terhadap
berbagai kondisi yang menimpanya (Bewley and Black.
1985).
Sadjad (1994) menguraikan vigor benih adalah kemampuan benih
menumbuhkan tanaman normal pada kondisi suboptimum di lapang, atau sesudah
disimpan dalam kondisi simpan yang suboptimum dan ditanam dalam kondisi lapang
yang optimum. Selanjutnya Perry (2002) mendefinisikan vigor sebagai keadaan
fisiologis yang ditentukan oleh genotipe dan faktor lingkungan yang mengatur
kemampuan benih memproduksi bibit yang tumbuh cepat di tanah serta memiliki
toleransi terhadap berbagai kondisi lingkungan yang luas. Sementara itu,
viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang dapat ditunjukkan dalam
fenomena pertumbubannya, gejala metabolisme, kinerja kromosom atau garis
viabilitas sedangkan viabilitas potensial adalah parameter viabilitas dari
suatu lot benih yang menunjukkan kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal
yang berproduksi normal pada kondisi lapang yang optitum (Harringto,
1972).
Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai pada tahapan
bibit. Karena terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup
tanaman. Oleh karena itu digunakanlah kaidah korelasi misal dengan mengukur
kecepatan berkecambah sebagai parameter vigor, karena di ketahui ada korelasi
antara kecepatan berkecambah dengan tinggi rendahnya produksi tanaman.
Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain
faktor genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis dan mikrobia. (Sutopo,
1984)
Bahwa keadaan lingkungan di lapangan itu sangat penting
dalam menentukan kekuatan tumbuh benih adalah sangat nyata dan perbedaan
kekuatan tumbuh benih dapat terlihat nyata dalam keadaan lingkungan yang kurang
menguntungkan.
Di samping itu kecepatan tumbuh benih dapat pula menjadi
petunjuk perbedaan kekuatan tumbuh. Kemunduran suatu benih dapat diterangkan
sebagai turunnya kualitas atau viabilitas benih yang mengakibatkan rendahnya
vigor dan jeleknya pertumbuhan tanaman serta produksinya. Di mana kejadian
tersebut merupakan suatu proses yang tak dapat balik dari kualitas suatubenih.
Benih yang memiliki vigor rendah akan berakibat terjadinyakemunduran yang cepat
selama penyimpanan benih, makin sempitnya keadaan lingkungan dimana benih dapat
tumbuh, kecepatan berkecambah benih menurun, kepekaan akan serangan hama dan
penyakit meningkat, meningkatnya jumlah kecambah abnormal dan rendahnya
produksi tanaman. Panen, pengeringan, pengolahan dan penyimpanan yang baik
merupakan usaha-usaha yang dapat membantu menghambat proses kemunduran benih.
Dengan penyimpanan yang baik dapat memperlambat terjadinya kemunduran
fisiologis dari benih yang sudah mencapai vigor maksimum pada saat masak
fisiologis.
2.3
Faktor
yang Mempengaruhi
Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap vigor benih :
1.
Faktor
Genetik
Faktor yang mempengaruhi mutu benih antara lain faktor
genetik, lingkungan dan status benih (kondisi fisik dan fisiologibenih).
Genetik merupakan faktor bawaan yang berkaitan dengan komposisi genetika benih.
Setiap varietas memiliki identitas genetika yang berbeda. Sebagai contoh, mutu
daya simpan benih kedelai lebih rendah dibandingkan dengan mutu daya simpan
benih jagung, hal ini diakibatkan perbedaan gen yang ada di dalam benih. Benih
hibrida lebih vigor dibandingkan dengan benih non hibrida. Contoh: Benih jagung
hibrida menghasilkan tanaman yang lebih vigor dibandingkan jagung non hibrida
2.
Kondisi
Lingkungan Tumbuh dan ruang simpan
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap mutu benih berkaitan
dengan kondisi dan perlakuan selama prapanen, pascapanen, maupun saat pemasaran
benih. Lingkungan tumbuh selama periode pembentukan dan perkembangan benih berpengaruh
terhadap kualitas benih yang dihasilkan. Ruang penyimpanan yang dilengkapi
dengan pendingin dan pengatur RH mampu mempertahankan kualitas benih. Suhu yang
terlalu dingin menyebabkan chilling injury.
3.
Kematangan
Benih
Faktor kondisi fisik dan fisiologi benih berkaitan dengan performa
benih seperti tingkat kemasakan, tingkat kerusakan mekanis, tingkat keusangan
(hubungan antara vigor awal dan lamanya disimpan), tingkat kesehatan, ukuran
dan berat jenis, komposisi kimia, struktur, tingkat kadar air dan dormansi
benih. Kualitas maksimal suatu benih tercapai saat mencapai Matang Fisiologis.
Pada saat Matang Fisiologi sakumulasi bahan kering (dry matter) dan bahan kimia
yang terlibat dalam perkecambahan sudah mencapai maksimal. Panen sebelum atau
sesudah matang fisologis kualitasnya lebih rendah dibandingkan saat matang
fisiologis. Pemasakan benih pada kondisi suhu 350C lebih cepat
perkecambahannya dibanding suhu 300C.
4.
Kadar
air benih
Kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran
benih. Kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar air benih.
Kadar air benih akan berpengaruh terhadap proses aktivasi enzim. Kadar air yang
rendah dapat meminimalisir proses aktibvasi enzim (perombakan cadangan makanan).
Bagi benih ortodok kadar air terlalu rendah menyebabkan cracking (retak)
sedangkan bagi benih rekalsitran kadar air terlalu rendah menyebabkan gangguan
fisiologis. Kadar air optimum setiap jenis benih berbeda-beda
5.
Proses
Pengolahan Benih
Pengolahan yang baik tidak menyebabkan kerusakan pada benih.
Pengolahan yang tidak baik menyebabkan benih memar, cracking atau pecah, case
hardening (pengerasan kulit benih). Perontokan dan pengeringan merupakan tahap
pengolahan yang paling berpengaruh terhadap kualitas benih.
6.
Jenis
Kemasan
Jenis kemasan yang baik dapat mempertahankan kadar air dan
vigor benih, selain itu kemasan yang baik juga dapat menghindari benih dari
benturan, serangan hama dan penyakit. Contoh kemasan yang baik antara lain: kaleng,
aluminium foil, plastik tebal, kertas semen dilapisi aspal dll.
Rendahnya vigor dapat disebabkan :
1. Genetis
Ada
kultivar-kultivar tertentu yang lebih peka terhadap keadaan lingkungannya yang
kurang menguntungkan, ataupun tidak mampu untuk tumbuh cepat dibandingkan
dengan kultivar lainnya.
2. Fisiologis
Kondisi
fisiologis yang berpengaruh adalah”immaturity” atau kekurang masakan benih saat
panen dan kemunduran benih selama penyimpanan.
3. Morfologis
Contohnya,
benih yang kecil menghasilkan bibit yang kurang memiliki kekuatan tumbuh
dibandingkan dengan benih yang besar
4. Sitologis
Kemunduran
benih yang disebabkan oleh antara lain aberasi khromosom
5. Mekanis
Kerusakan
mekanis yang terjadi pada benih pada saat panen, prosesing ataupun penyimpanan
6. Mikrobia
Benih yang memiliki vigor rendah berakibat:
1.
Kemunduran benih yang cepat selama penyimpanan
2.
Makin sempitnya keadaan lingkungan di mana benih
dapat tumbuh
3.
Kecepatan berkecambah benih menurun
4.
Kepekaan akan serangan hama penyakit meningkat
5.
Meningkatnya jumlah kecambah abnormal
6.
Rendahnya produksi tanaman
III.
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan
pada hari Kamis, 22 Mei 2014 pukul 11.00-12.00 di Laboratorium Bioteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3.2 Alat dan Bahan
Alat
dan bahan yang digunakan adalah :
A.
Alat-alat :
1.
Paku
2.
Wadah
3.
Sendok bata
B. Bahan-bahan
:
1.
Benih jagung
2.
Air
3.
3 buah Aqua gelas
4.
Tanah merah
5.
Pasir
6.
Batu bata
3.3 Pelaksanaan
1. Siapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Buat
sekitar 4 lubang dibawah aqua gelas dengan menggunakan paku.
3. Isi
aqua gelas 1 dengan Pasir, aqua gelas ke-2 dengan tanah merah dan aqua gelas ke-3
dengan batu bata yang sudah dihaluskan terlebih dahulu.
4. Masukkan
masing-masing 4 benih jagung ke dalam aqua gelas dengan kedalaman ± 1 cm, kemudian siram dengan
air secukupnya.
Ket: Benih jagung sudah
direndam dalam air terlebih dahulu.
5. Media perkecambahan harus
dijaga kelembabanya dengan menyiram secukupnya setiap hari.
6. Amati pertumbuhan tinggi
kecambah dan panjang akar pada 4 HST.
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel hasil Uji vigor
Kelompok
|
Benih
|
Media
Pasir
|
Media
Tanah merah
|
Media
Batu bata
|
|||
Tinggi Kecam-bah
|
Pajang Akar
|
Tinggi Kecam-bah
|
Panjang Akar
|
Tinggi Kecam-bah
|
Panjang Akar
|
||
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
4
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
2
|
1
|
0
|
0
|
6
|
2,3
|
8
|
3,1
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
6
|
3,375
|
|
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
4
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
3
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
4
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
4
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
4
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
5
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
4
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
6
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
4
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
radikula 0,5cm
|
4.2 Pembahasan
Percobaan yang dilakukan pada
paktikum ini yaitu pengujian vigor benih jagung pada media tanam pasir, tanah
merah dan batu bata yang sudah dihaluskan. Media tanam di dapat dari halaman
sekitar laboratorium Faperta Untirta. Menurut Budiyati (1994), media tanam
berfungsi sebagai tempat akar melekat, mempertahankan kelembaban dan sebagai
sumber makanan. Media yang baik dapat menyimpan air untuk kemudian dapat
dilepaskan sedikit demi sedikit dan dimanfaatkan oleh tanaman.
Pasir sering digunakan sebagai
media tanam alternatif untuk menggantikan fungsi tanah. Pasir dianggap memadai
dan sesuai jika digunakan sebagai media untuk penyemaian benih, pertumbuhan
bibit tanaman, dan perakaran setek batang tanaman. Sifat pasir cepat kering
sehingga akan memudahkan proses pengangkatan bibit tanaman yang dianggap sudah
cukup umur untuk dipindahkan ke media lain. Sementara bobot pasir yang cukup
berat akan mempermudah tegaknya setek batang. Keunggulan media tanam pasir lainnya
adalah kemudahan dalam penggunaan dan dapat meningkatkan sistem aerasi serta
drainase media tanam.
Selain itu media tanah merah sebenarnya tidak menjadi
material pokok dalam pembuatan media tanam tanaman pot. Akan lebih baik jika
tanah merah digunakan sebagai material campuran karena tanah merah bersifat
miskin unsur hara sehingga perlu dikombinasikan dengan bahan-bahan lain yang
kaya akan unsur hara. Tanah merah dengan ciri warna merah terasi sangat bagus
dijadikan material campuran media tanam pot karena tidak mudah lengket, dan
bertekstur lembut, serta cenderung dapat menyimpan air.
Sedangkan media tanam batu bata halus juga dapat dijadikan alternatif
sebagai media tanam. Media jenis ini juga berfungsi untuk melekatkan akar.
Sebaiknya, ukuran batu-bata yang akan digunakan sebagai media tanam dibuat
kecil seperti kerikil atau ditumbuk halus. Karena semakin kecil ukurannya,
kemampuan daya serap batu bata terhadap air maupun unsur hara akan semakin baik.
Selain itu, ukuran yang semakin kecil juga akan membuat sirkulasi udara dan
kelembapan di sekitar akar tanaman berlangsung lebih baik. Walaupun miskin
unsur hara, media pecahan batu bata tidak mudah melapuk. Dengan demikian,
pecahan batu bata cocok digunakan sebagai media tanam di dasar pot karena
memiliki kemampuan drainase dan aerasi yang baik.
Praktikum ini bertujuan agar
mahasiswa mampu
melaksanakan pengujian vigor terutama pada benih tanaman pangan, menghitung tinggi kecambahan dan
panjang akar dengan tiga ulangan, serta agar mahasiswa
dapat mengetahui mutu benih.
Terlebih dahulu lubangi aqua gelas dengan menggunakan paku,
maksudnya agar sirkulasi air dan udara lancar. Kemudian masukkan pasir, tanah
merah dan pecahan batu bata pada aqua gelas yang berbeda. Setelah itu, masukkan
4 benih kedalam media tanam dengan kedalaman ± 1 cm, lalu siram setiap hari.
Data yang didapat pada tabel hasil diatas (hal.17)
menunjukkan hampir semua percobaan yang dilakukan tidak ada perkecambahann yang
berarti. Perbedaan terdapat pada kelompok 6 dengan munculnya radikula pada 1
benih di media tanam batu bata. Selain itu, pada pengamatan kelompok 2 didapat
hasil bahwa ada 1 benih yang tumbuh/berkecambah pada media tanah merah dengan
tinggi kecambah 6cm dan panjang akar 2,3cm. Sedangkan pada media tanam batu
bata kelompok 2, terdapat 2 benih yang berkecambah dengan tinggi kecambah benih
1 = 8cm dan panjang akar = 3,1cm, serta tinggi kecambah benih ke-2 = 6cm dan
panjang akar = 3,375cm. Namun perlu diketahui bahwa benih yang digunakan oleh
kelompok 2 berbeda dari benih yang digunakan oleh yang lainnya. Benih awal yang
mereka gunakan memang benih dari laboratorium, namun karena hilang mereka
menggantinya dengan benih jagung yang lain (varietas sama).
Mengapa terjadi perbedaan hasil antara pengamatan kelompok 2
dan kelompok yang lainnya? Jika dikaji, media tanam yang didapatkan setiap
kelompok adalah sama & sumbernyapun sama, perlakuan terhadap benih juga
sama, hari pengamatanpun sama. Perbedaan terletak pada benih yang berbeda,
Kemungkinan kualitas benih merupakan faktornya. Bisa jadi, benih yang didapat
dari laboratorium bukanlah benih yang bervigor tinggi. Sehingga ia tidak mampu
tumbuh pada media suboptimum. Sedangkan benih yang digunakan kelompok 2 adalah
benih vigor sehingga dapat tumbuh pada media tanam suboptimum.
Namun yang dipertanyakan lagi adalah mengapa benih tersebut
tidak tumbuh dengan serempak? Perlu diketahui bahwa benih dikatakan vigor
apabila menunjukkan kekuatan dan keserempakan tumbuh yang homogen. Faktanya, dari ke-4 benih
yang ditanam pada media tanah merah hanya 1 benih yang tumbuh. Selain itu, dari
ke-4 benih yang ditanam pada media batu bata hanya 2 benih yang tumbuh, itupun
dengan ukuran yang berbeda. Mungkin disebabkan oleh mutu benih
yang rendah, kurang selektif dalam memilih benih dan faktor lingkungan saat dilakukannya penanaman. Persentase keserempakan
tumbuh benih yang rendah menunjukkan vigor yang rendah pula.
“Vigor benih di cerminkan oleh dua
informasi tentang viabilitas, masing-masing kekuatan tumbuh dan daya simpan
benih”. Pada kenyataannya, benih yang didapat dari assistan laboratorium tidak
memiliki kekuatan ketika ditempatkan pada media tanam suboptimum seperti pasir
bangunan dan miskin unsur hara seperti tanah merah dan pecahan batu bata.
Munculnya radikula pada benih ke-4
(kelompok 6) menunjukkan adanya tanda-tanda perkecambahan pada media tanam batu
bata, yaitu muncul radikula/calon akar. Namun, jika diperhatikan secara
langsung, radikula ini tumbuh mmembengkok. Bisa dikatakan tidak normal. Yang
dimaksud dengan kemampuan tumbuh secara normal yaitu dimana perkecambahan benih
tersebut menunjukkan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang menjadi bibit
tanaman yang baik dan normal, pada lingkungan yang telah disediakan yang sesuai
bagi kepentingan pertumbuhan dan perkembangannya. Bila pengamatan dilakukan
lebih lama, ada kemungkinan muncul plumula dan dapat dihitung tinggi kecambah
serta panjang akarnya. Perlu diperhatikan juga kesalahan
dalam penyusunan benih atau peletakan yang tidak rapi dapat menyebabkan
plumulanya membengkok sehingga menjadi benih abnormal.
Hasil pengamatan ini berbeda
dengan teori yang menyatakan bahwa biji jagung akan berkecambah relatif lebih
lambat, karena proses penyerapan dan pencernaan tidak akan terjadi atau baru
dimulai sewaktu biji tersebut ditanamkan. Mungkin faktor lingkungan yang
berpengaruh besar terhadap daya kecambah benih jagung ini.
Sebagai hasil penelitian yang dilakukan dengan seksama,
dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang demikian erat antara kecepatan
berkecambahnya benih dengan vigor tanamannya. Ternyata dari adanya kenyataan
bahwa benih yang kecepatan berkecambahnya tinggi, tanaman yang dihasilkannya
akan lebih tahan terhadap keadaan atau lingkungan yang kurang menguntungkan.
Dengan demikian jelas bahwa kecepatan berkecambahnya benih merupakan aspek
penting dari vigor tanamannya, serta memberikan indeks vigor dari setiap
kelompok benih. Karena itu perlu dilakukan pengujian tentang kecepatan
berkecambah tersebut, yang penilaiannya dapat dilakukan dengan beberapa cara.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari pratikum diatas adalah :
1. Meskipun
benih sudah direndam terlebih dahulu untuk mengetahui benih yang bagus untuk ditanam,
namun benih jagung laboratorium tidak tumbuh.
2. Benih
dari laboratorium bukan benih bervigor tinggi.
3. Kesalahan
dalam penyusunan benih atau peletakan yang tidak rapi dapat menyebabkan
plumulanya membengkok sehingga menjadi benih abnormal.
4. Benih dikatakan
vigor apabila menunjukkan kekuatan dan keserempakan tumbuh yang homogen.
5. Faktor yang
mempengaruhi keserempakan dan kecepatan tumbuh benih antara lain mutu benih
yang rendah, kurang selektif dalam memilih benih dan faktor lingkungan itu
sendiri saat dilakukannya pratikum.
6. Pratikum ini
dilakukan karena mengingat kondisi tanah
Indonesia yang kebanyakan mengandung tanah salin.
7. Pengujian
vigor benih bertujuan agar mampu
melaksanakan pengujian vigor benih, serta mengukur tinggi kecambah dan panjang
akar. .
5.2 Saran
Semoga dapat terus ditingkatkan sehingga praktikan
dapat mengikuti praktikum dengan baik. Lakukan pula pengujian tentang kecepatan & keserempakan berkecambah.
DAFTAR PUSTAKA
Belfield, Stephanie & Brown, Christine. 2008. Field Crop Manual. Maize (A Guide to Upland Production in
Cambodia). Canberra
Bewley and Black. 1985. Physiology and Biochemistry of Seed in
Relation to Germination. Vol. II. Springer-Verlag. Berlin, Heidelberg, New
York. 37 p.
Danuarti 2005. Uji Cekaman
Kekeringan Pada Tanaman. Jurnal Ilmu
Pertanian. 11 (1) : 22-31
Harringto. 1972. Seed Storage and Longevity, Seed Biology, Vol.
III, In Ed
Kartasapoetra, A.G. 1988. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Daerah Tropik. Bina Aksara.
Jakarta
Kozlowsky, T.T., Academic Press New York.
Pramono, Eko. 2009. Penuntun
Praktikum Teknologi Benih. Bandar lampung. Universitas Lampung.
Rukmana, H.R. 1997. Budidaya Baby Corn. Kanisus. Jakarta
Ryoo, M.I. and H.Q. Cho. 2002. Feeding
and oviposition preference and demography of rice weevil. Entomol
21:549-555
Sadjad, Sjamsoe’oed.1993. Dari
Benih Kepada Benih. PT Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta
Sadjad, Sjamsoe’oed. 1999. Parameter
Pengujian Vigor Benih. Grasindo. Jakarta.
Semsilomba.2008. Vigor Benih.
Semsilomba.blogspot.com . [21-12-2009]
Siregar, H. dan N.W. Utami. 2004. Perkecambahan
biji Kenari Babi (Canarium decumanum Gaertn). Jurnal Kebun Raya Indonesia
(8)1 : 25-29,
Sutopo, L. 1984. Teknologi Benih.
Rajawali Press. Jakarta.
http://om-tani.blogspot.com/2013/01/teknik-budidaya-tanaman-jagung.html
Teknis-budidaya.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar