BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu ciri organisme adalah
tumbuh dan berkembang. Tumbuhan tumbuh dari kecil menjadi besar dan berkembang
dari satu sel zigot menjadi embrio kemudian menjadi satu individu yang
mempunyai akar, batang dan daun. Akar sebagai organ penting bagi tumbuhan,
walaupun tidak memiliki tunas aksiler, akar dapat menghasilkan percabangan atau
akar-akar sekunder. Akar tumbuh tidak saja memanjang oleh aktivitas meristem
pucuk akar, tetapi juga membesar oleh aktivitas jaringan kambium.
Proses perkembangan dan pertumbuhan
bagian tubuh tumbuhan tidak lepas dari pengaruh zat kimia tertentu berupa
protein yang disebut hormon. Hormon dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit,
tetapi akan merusak jika ada dalam mumlah yang banyak. Konsentrasi hormon yang
amat rendah pada tumbuhan maka hormon pertama yang ditemukan yaitu asam
indolasetat baru dapat diketahui. Hormon dapat menyebabkan begitu banyak
respon, bila diberikan dari luar kepada tumbuhan, maka oleh banyak orang hormon
itu dianggap sebagai satu-satunya hormon tumbuh.
Hormon tumbuhan (phytohormones) secara fisiologi
adalah penyampai pesan antar sel yang dibutuhkan untuk mengontrol seluruh daur
hidup tumbuhan, diantaranya perkecambahan, perakaran, pertumbuhan, pembungaan
dan pembuahan. Sebagai tambahan, hormon tumbuhan dihasilkan sebagai respon
terhadap berbagai faktor lingkungan kelebihan nutrisi, kondisi kekeringan,
cahaya, suhu dan stress baik secara kimia maupun fisik. Oleh karena itu
ketersediaan hormon sangat dipengaruhi oleh musim dan lingkungan.
Hormon adalah molekul-molekul yang kegiatannya mengatur reaksi-reaksi metabolik
penting. Molekul-molekul tersebut dibentuk di dalam organisme dengan proses
metabolik dan tidak berfungsi didalam nutrisi..
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui efek
perlakuan hormon terhadap pertumbuhan akar tanaman.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Tumbuh tidak saja diatur oleh faktor-faktor lingkungan
tetapi juga oleh bahan-bahan kimia yang dihasilkan di dalam tumbuhan. Bahan-bahan
kimia itu disebut hormon. Hormon merupakan senyawa organik yang bekerja aktif
dalam jumlah yang sedikit sekali, ditransportasikan ke dalam seluruh tubuh
tumbuhan dan mempengaruhi pertumbuhan atau proses-proses fisiologis lainnya.
Hormon dibentuk di suatu tempat tetapi menunaikan fungsinya di tempat lain.
Berbeda dengan enzim, hormon selama proses-proses metabolik, dan harus
diperbaharui untuk menjaga kelangsungan pengaruhnya. Pertumbuhan di satu bagian
dapat bergantung pada kegiatan selular lainnya. Dengan bantuan hormon, sel-sel
tumbuhan dapat diubah dari unit-unit yang bebas menjadi bagian-bagian yang
saling berkaitan dalam satu kesatuan organisme (Kaufman, dkk., 1975).
Bersamaan dengan itu terjadi pula perubahan-perubahan dalam
pola pertumbuhan, sehingga akhirnya terbentuklah akar, batang, daun, bunga dan
bagian-bagian lain dari tumbuhan. Faktor-faktor lingkungan seperti cahaya dan
suhu berinteraksi dengan fitohormon dan proses-proses kimia selama tumbuh dan
deferensisasi berlangsung. W.Went (1928), berhasil menemukan adanya zat yang
dihasilkan oleh ujung tumbuhan dan yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan.
Zat itu disebut zat penumbuh atau auksin (Dwidjoseputro, 1986).
Hormon tumbuhan atau fitohormon adalah zat pengatur yang
dihasilkan oleh tumbuhan yang dalam konsentrasi rendah mengatur proses-proses
fisiologis dalam tubuh tumbuhan. Sedang pengatur tumbuh merupakan senyawa-senyawa
organik selain nutrisi, baik yang dihasilkan sendiri oleh tumbuhan maupun senyawa-senyawa
kimia sintetik yang dalam jumlah kecil memacu, menghambat atau sebaliknya
mengubah beberapa proses fisiologis dalam tumbuhan (Anonim, 2011).
Istilah pengatur pertumbuhan tanaman meliputi kategori luas
yaitu substansi organik (selain vitamin dan unsur mikro) yang dalam jumlah
sedikit merangsang, menghambat, atau sebaliknya mengubah proses fisiologis.
Auksin sintetik diperlukan karena jaringan dipisahkan dari sumber auksin alami.
Perangsang pertumbuhan sintetik, dalam campuran yang tepat, merangsang kalus
(pembentukan massa sel yang tidak terdiferensiasi), diferensiasi organ, dan
morfogenesis seluruh tanaman dari satu sel parenkima. Pengatur pertumbuhan
tanaman dibagi menjadi 5 kelas, yaitu auksin, giberelin, sitokinin, penghambat
pertumbuhan, dan etilen (Kaufman, dkk, 1975).
Beberapa ilmuwan memberikan
definisi yang lebih terperinci terhadap istilah hormon yaitu senyawa
kimia yang disekresi oleh suatu organ atau jaringan yang dapat mempengaruhi
organ atau jaringan lain dengan cara khusus. Berbeda dengan yang diproduksi oleh hewan
senyawa kimia pada tumbuhan sering mempengaruhi sel-sel yang juga penghasil
senyawa tersebut disamping mempengaruhi sel lainnya, sehingga senyawa-senyawa
tersebut disebut dengan zat pengatur tumbuh untuk membedakannya
dengan hormon yang diangkut secara sistemik atau sinyal jarak jauh.
Konsep Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) diawali dari konsep hormon. Hormon tanaman
atau fitohormon adalah senyawa-senyawa organik tanaman yang dalam konsentrasi
rendah mempengaruhi proses-proses fisiologis. Proses-proses fisiologis terutama
mengenai proses pertumbuhan, diferensiasi dan perkembangan tanaman.
Proses-proses lain seperti pengenalan tanaman, pembukaan stomata, translokasi
dan serapan hara dipengaruhi oleh hormon tanaman.
Semua zat pengatur tubuh yang sangat
efektif dalam mengatur pertumbuhan akar adalah golongan auksin. Sejak
pertengahan tahun 1930-an dan selanjutnya, penelitian tentang aspek fisiologis
auksin telah banyak dilakukan. Banyak bukti menyatakan bahwa auksin sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan batang, formasi akar, menghambat terhadap
pertumbuhan cabang lateral, abisisi pada daun dan buah, serta mengaktifkan
kerja lapisan kambium dan lainnya (Anonim, 2008).
Auksin adalah zat yang di temukan pada ujung batang, akar,
pembentukan bunga yang berfungsi sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu
pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung. Hormon
auksin adalah hormon pertumbuhan pada semua jenis tanaman. Nama lain dari
hormon ini adalah IAA atau asam indol asetat. Letak dari hormon auksin ini
terletak pada ujung batang dan ujung akar. Hormon auksin ini berfungsi untuk
membantu proses mempercepat pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar maupun
pertumbuhan batang, mempercepat perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan
sel, mempercepat pemasakan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah. Kerja hormon auksin ini sinergis dengan hormon sitokinin dan hormon
giberelin (Anonim, 2008).
Boulline dan Went (1933) menemukan substansi yang disebut
rhizocaline pada kotiledon, daun dan tunas yang menstimulasi perakaran pada
stek. Menurut Hartmann et al (1997), zat pengatur tumbuh yang paling berperan
pada pengakaran stek adalah Auksin. Auksin yang biasa dikenal yaitu
indole-3-acetic acid (IAA), indolebutyric acid (IBA) dan nepthaleneacetic acid
(NAA). IBA dan NAA bersifat lebih efektif dibandingkan IAA yang meruapakan
auksin alami, sedangkan zat pengatur tumbuh yang paling berperan dalam
pembentukan tunas adalah sitokinin yang terdiri atas zeatin, zeatin riboside,
kinetin, isopentenyl adenin (ZiP), thidiazurron (TBZ), dan benzyladenine (BA
atau BAP). Selain auksin, absisic acid (ABA) juga berperan penting dalam
pengakaran stek.
Tumbuhan mengandung 3 senyawa lain yang struktrurnya mirip
dengan IAA dan menyebabkan banyak respon yang sama dengan IAA. Ketiga senyawa
tersebut juga termasuk sebagai auksin. Senyawa-senyawa tersebut adalah asam
4-kloroindol asetat, asam fenilasetat (PAA) dan asam Indolbutirat (IBA)
(Dwidjoseputro, 1992). Asam indol-3 asetat (IAA) diidentifikasi sebagai senyawa
alami yang menunjukkan aktivitas auksin yang mendorong pembentukan akar
adventif. IAA sintetik juga telah terbukti mendorong pertumbuhan akar adventif.
Terdapat juga senyawa yang sama seperti asam indol butirat (IBA) dan asam naptalen
asetat (NAA) yang mempunyai efek sama dengan IAA. Hal itu
ditunjukkan bahwa inisiasi sel untuk membentuk akar tergantung dari kandungan
auksin. Pembentukan inisiasi akar dalam batang terbukti tergantung pada
tersedianya auksin di dalam tanaman ditambah hormon pemacu auksin (Rooting
Co-factors) yang secara bersama-sama mengatur sintesis RNA untuk membentuk
primordia akar (Hartman dan Kester, 1975).
BAB III
METODOLOGI
PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan
pada hari Senin, 27 Oktober, 3 November, dan 1 Desember 2014 pukul 16.30-18.10 di
Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalah :
1.
Batang Lidah Mertua 4 buah
2.
Tanah
3.
Pupuk
4.
Polybag
5.
Hormon Tumbuh : NAA dan IBA
6. Cutter
3.3 Cara Kerja
· Tanggal 27 Oktober
1.
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.
Buat media tanam tanah pada polybag sebanyak 4
buah.
3. Beri
pupuk dan diamkan media tanam tersebut selama 1 minggu.
· Tanggal
3 November
1.
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.
Buatlah 4 potongan batang lidah mertua.
3. Oleskan masing-masing potongan tersebut dengan
perlakuan pasta, cair dan bubuk, sisakan satu sebagai kontrol.
4. Diamkan beberapa saat, lalu pindahkan kedalam
polybag yang telah disiapkan minggu sebelumnya.
5. Tunggu
selama 4 minggu.
· Tanggal
1 Desember
1. Cabut
batang lidah mertua dari tanah
2. Hitung
jumlah akar dan panjang akar yang tumbuh dari setiap stek batang tersebut.
3.4 Parameter Pengukuran
1.
Jumlah akar yang tumbuh pada tanaman lidah
mertua.
2.
Panjang akar yang tumbuh pada tanaman lidah
mertua.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.2 Hasil
Tabel 1. Pengamatan Panjang Akar Sansivera
Pengamatan
Panjang Akar (cm)
|
Perlakuan
|
Keterangan
|
|||
Kontrol
|
Pasta
|
Cair
|
Bubuk
|
||
Kelompok 1
|
0,93
|
-
|
1,07
|
0,58
|
Pasta busuk
|
Kelompok 2
|
0,77
|
-
|
0,8
|
1,06
|
Pasta busuk
|
Kelompok 3
|
1
|
-
|
-
|
0,6
|
Pasta busuk
|
Kelompok 4
|
0,24
|
-
|
0,43
|
0,62
|
Pasta busuk
|
Kelompok 5
|
0,38
|
-
|
-
|
-
|
Cair busuk
|
Tabel 2. Pengamatan Jumlah Akar Sansivera
Pengamatan
Jumlah
Akar
|
Perlakuan
|
Keterangan
|
|||
Kontrol
|
Pasta
|
Cair
|
Bubuk
|
||
Kelompok 1
|
37
|
-
|
42
|
13
|
Pasta busuk
|
Kelompok 2
|
18
|
-
|
24
|
21
|
Pasta busuk
|
Kelompok 3
|
2
|
-
|
-
|
1
|
Pasta busuk
|
Kelompok 4
|
7
|
-
|
12
|
30
|
Pasta busuk
|
Kelompok 5
|
12
|
-
|
-
|
-
|
Cair busuk
|
4.2 Pembahasan
Percobaan
yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu pengujian hormon tumbuh. Pengamatan
yang dilakukan adalah terhadap akar tanaman lidah mertua atau sansivera. Sebelumnya,
batang sansivera dipotong terlebih dahulu untuk kemudian dioleskan pasta, bubuk
dan cair, satu lagi sebagai kontrol. Hormon yang dipakai dalam praktikum ini
adalah hormone auksin NAA dan IBA.
Dari
hasil yang telah didapat selama penundaan 4 minggu, rata-rata batang yang
diolesi pasta membusuk. Dari data diatas disimpulkan bahwa tidak semua hormone
dapat menumbuhkan akar, terbukti dari ketiga perlakuan, ternyata pasta tidak
berpengaruh dalam pertumbuhan akar tanaman. Justru tanaman yang tidak memakai
apa-apa (hormone) ditumbuhi banyak akar.
Auksin
berfungsi untuk merangsang pembesaran sel, sintesis DNA kromosom, serta
pertumbuhan aksis longitudinal tanaman, gunanya untuk merangsang pertumbuhan
akar pada stekan atau cangkokan. Auksin sering digunakan untuk
merangsang pertumbuhan akar dan sebagai bahan aktif sering yang digunakan dalam
persiapan hortikultura komersial terutama untuk akar, dapat digunakan untuk
merangsang pembungaan secara seragam, untuk mengatur pembuahan, dan untuk
mencegah gugur buah. Peran auksin bagi tanaman ialah auksin sebagai
salah satu hormon tumbuh bagi tanaman mempunyai peranan terhadap pertumbuhan
dan perkembangan tanaman, pertumbuhan akar.
Menurut teori, dapat dikatakan bahwa hormon auksin merupakan
hormon pertumbuhan yang yang dapat memacu pertumbuhan akar dan batang karena mengandung
hormon yang dapat memacu pembelahan moristematik bagian apikal (ujung) namun
harus dalam konsentrasi yang tepat, karena apabila konsentrasinya tidak tepat
atau dalam hal ini kurang ataupun lebih, maka kerja auksin tidak optimum bahkan
dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Dan pada percobaan ini, akar yang
dipotong karena auksin sendiri terdapat pada ujung akar.
Salah satu penyebab tidak tumbuhnya akar pada pasta mungkin
disebabkan oleh kondisi tanah yang terlalu lembab, sehingga tidak cocok untuk
syarat petumbuhan.
BAB
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat
ditarik dari praktikum kali ini adalah bahwa:
1. Pemberian
hormon auksin mempengaruhi jaringan batang dan akar yaitu menyebabkan
pemanjangan jaringan batang dan akar (koleoptil dan radikula).
2. Pada
koleoptil, NAA menyebabkan pemanjangan
jaringan yang paling besar dibanding yang lainnya.
3.
Batang
kontrol tumbuh lebih baik dibanding yang diberi hormone.
4. Batang
yang diberi pasta tidak tumbuh dikarenakan faktor lingkungan yang tidak sesuai
dengn syarat tumbuh akar.
5.2 Saran
Praktikum ini sudah dilakukan
dengan baik, hanya saja
harus dilakukan dengan lebih teliti.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2008. Pengaruh Auksin Terhadap Perpanjangan
Jaringan. http://wawanjunblog.com. diakses April 2010.
Anonim, 2011, Plant Growth Regulator, http://emirgarden.blogspot.com/,
diakses pada tanggal 8 Desember 2011 pukul 20:44 WITA.
Dwidjoseputro, D. 1992, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Hartman, H. T. dan D. E.
Kester. 1975. Plant propagation.
Prentice Hall International Inc. London.
Hastuti, E. D., E. Prihastanti dan R. B. Hastuti. 2000. Fisiologi Tumbuhan II. Universitas
Diponegoro.
Isbandi,
J. 1983. Pertumbuhan dan perkembangan
Tanaman. Fakulas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Kaufman, P. B.,
J. Labavitch, A. A. Prouty., dan N.S Ghosheh, 1975, Laboratory Experiment in Plant Physiology, Macmillan Publishing
Co., New York.
Salisbury, F.B., dan C.W.
Ross, 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 2,
ITB Press, Bandung.
Sasmitamihardja,
Dardjat dan Arbasyah Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB
Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar