Senin, 31 Oktober 2016

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TANAMAN HORMON TUMBUH

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Salah satu ciri organisme adalah tumbuh dan berkembang. Tumbuhan tumbuh dari kecil menjadi besar dan berkembang dari satu sel zigot menjadi embrio kemudian menjadi satu individu yang mempunyai akar, batang dan daun. Akar sebagai organ penting bagi tumbuhan, walaupun tidak memiliki tunas aksiler, akar dapat menghasilkan percabangan atau akar-akar sekunder. Akar tumbuh tidak saja memanjang oleh aktivitas meristem pucuk akar, tetapi juga membesar oleh aktivitas jaringan kambium.
Proses perkembangan dan pertumbuhan bagian tubuh tumbuhan tidak lepas dari pengaruh zat kimia tertentu berupa protein yang disebut hormon. Hormon dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, tetapi akan merusak jika ada dalam mumlah yang banyak. Konsentrasi hormon yang amat rendah pada tumbuhan maka hormon pertama yang ditemukan yaitu asam indolasetat baru dapat diketahui. Hormon dapat menyebabkan begitu banyak respon, bila diberikan dari luar kepada tumbuhan, maka oleh banyak orang hormon itu dianggap sebagai satu-satunya hormon tumbuh.
Hormon tumbuhan (phytohormones) secara fisiologi adalah penyampai pesan antar sel yang dibutuhkan untuk mengontrol seluruh daur hidup tumbuhan, diantaranya perkecambahan, perakaran, pertumbuhan, pembungaan dan pembuahan. Sebagai tambahan, hormon tumbuhan dihasilkan sebagai respon terhadap berbagai faktor lingkungan kelebihan nutrisi, kondisi kekeringan, cahaya, suhu dan stress baik secara kimia maupun fisik. Oleh karena itu ketersediaan hormon sangat dipengaruhi oleh musim dan lingkungan.
Hormon adalah molekul-molekul yang kegiatannya mengatur reaksi-reaksi metabolik penting. Molekul-molekul tersebut dibentuk di dalam organisme dengan proses metabolik dan tidak berfungsi didalam nutrisi..
1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui efek perlakuan hormon terhadap pertumbuhan akar tanaman.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tumbuh tidak saja diatur oleh faktor-faktor lingkungan tetapi juga oleh bahan-bahan kimia yang dihasilkan di dalam tumbuhan. Bahan-bahan kimia itu disebut hormon. Hormon merupakan senyawa organik yang bekerja aktif dalam jumlah yang sedikit sekali, ditransportasikan ke dalam seluruh tubuh tumbuhan dan mempengaruhi pertumbuhan atau proses-proses fisiologis lainnya. Hormon dibentuk di suatu tempat tetapi menunaikan fungsinya di tempat lain. Berbeda dengan enzim, hormon selama proses-proses metabolik, dan harus diperbaharui untuk menjaga kelangsungan pengaruhnya. Pertumbuhan di satu bagian dapat bergantung pada kegiatan selular lainnya. Dengan bantuan hormon, sel-sel tumbuhan dapat diubah dari unit-unit yang bebas menjadi bagian-bagian yang saling berkaitan dalam satu kesatuan organisme (Kaufman, dkk., 1975).
Bersamaan dengan itu terjadi pula perubahan-perubahan dalam pola pertumbuhan, sehingga akhirnya terbentuklah akar, batang, daun, bunga dan bagian-bagian lain dari tumbuhan. Faktor-faktor lingkungan seperti cahaya dan suhu berinteraksi dengan fitohormon dan proses-proses kimia selama tumbuh dan deferensisasi berlangsung. W.Went (1928), berhasil menemukan adanya zat yang dihasilkan oleh ujung tumbuhan dan yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan. Zat itu disebut zat penumbuh atau auksin (Dwidjoseputro, 1986).
Hormon tumbuhan atau fitohormon adalah zat pengatur yang dihasilkan oleh tumbuhan yang dalam konsentrasi rendah mengatur proses-proses fisiologis dalam tubuh tumbuhan. Sedang pengatur tumbuh merupakan senyawa-senyawa organik selain nutrisi, baik yang dihasilkan sendiri oleh tumbuhan maupun senyawa-senyawa kimia sintetik yang dalam jumlah kecil memacu, menghambat atau sebaliknya mengubah beberapa proses fisiologis dalam tumbuhan (Anonim, 2011).
Istilah pengatur pertumbuhan tanaman meliputi kategori luas yaitu substansi organik (selain vitamin dan unsur mikro) yang dalam jumlah sedikit merangsang, menghambat, atau sebaliknya mengubah proses fisiologis. Auksin sintetik diperlukan karena jaringan dipisahkan dari sumber auksin alami. Perangsang pertumbuhan sintetik, dalam campuran yang tepat, merangsang kalus (pembentukan massa sel yang tidak terdiferensiasi), diferensiasi organ, dan morfogenesis seluruh tanaman dari satu sel parenkima. Pengatur pertumbuhan tanaman dibagi menjadi 5 kelas, yaitu auksin, giberelin, sitokinin, penghambat pertumbuhan, dan etilen (Kaufman, dkk, 1975).
Beberapa ilmuwan memberikan definisi  yang lebih terperinci terhadap istilah hormon yaitu senyawa kimia yang disekresi oleh suatu organ atau jaringan yang dapat mempengaruhi organ atau jaringan lain dengan cara khusus.   Berbeda dengan yang diproduksi oleh hewan senyawa kimia pada tumbuhan sering mempengaruhi sel-sel yang juga penghasil senyawa tersebut disamping mempengaruhi sel lainnya, sehingga senyawa-senyawa tersebut disebut dengan  zat  pengatur tumbuh untuk membedakannya dengan hormon yang diangkut secara sistemik atau sinyal jarak  jauh. Konsep Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) diawali dari konsep hormon. Hormon tanaman atau fitohormon adalah senyawa-senyawa organik tanaman yang dalam konsentrasi rendah mempengaruhi proses-proses fisiologis. Proses-proses fisiologis terutama mengenai proses pertumbuhan, diferensiasi dan perkembangan tanaman. Proses-proses lain seperti pengenalan tanaman, pembukaan stomata, translokasi dan serapan hara dipengaruhi oleh hormon tanaman.
Semua zat pengatur tubuh yang sangat efektif dalam mengatur pertumbuhan akar adalah golongan auksin. Sejak pertengahan tahun 1930-an dan selanjutnya, penelitian tentang aspek fisiologis auksin telah banyak dilakukan. Banyak bukti menyatakan bahwa auksin sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan batang, formasi akar, menghambat terhadap pertumbuhan cabang lateral, abisisi pada daun dan buah, serta mengaktifkan kerja lapisan kambium dan lainnya (Anonim, 2008).
Auksin adalah zat yang di temukan pada ujung batang, akar, pembentukan bunga yang berfungsi sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung. Hormon auksin adalah hormon pertumbuhan pada semua jenis tanaman. Nama lain dari hormon ini adalah IAA atau asam indol asetat. Letak dari hormon auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung akar. Hormon auksin ini berfungsi untuk membantu proses mempercepat pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang, mempercepat perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan sel, mempercepat pemasakan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah. Kerja hormon auksin ini sinergis dengan hormon sitokinin dan hormon giberelin (Anonim, 2008).
Boulline dan Went (1933) menemukan substansi yang disebut rhizocaline pada kotiledon, daun dan tunas yang menstimulasi perakaran pada stek. Menurut Hartmann et al (1997), zat pengatur tumbuh yang paling berperan pada pengakaran stek adalah Auksin. Auksin yang biasa dikenal yaitu indole-3-acetic acid (IAA), indolebutyric acid (IBA) dan nepthaleneacetic acid (NAA). IBA dan NAA bersifat lebih efektif dibandingkan IAA yang meruapakan auksin alami, sedangkan zat pengatur tumbuh yang paling berperan dalam pembentukan tunas adalah sitokinin yang terdiri atas zeatin, zeatin riboside, kinetin, isopentenyl adenin (ZiP), thidiazurron (TBZ), dan benzyladenine (BA atau BAP). Selain auksin, absisic acid (ABA) juga berperan penting dalam pengakaran stek.
Tumbuhan mengandung 3 senyawa lain yang struktrurnya mirip dengan IAA dan menyebabkan banyak respon yang sama dengan IAA. Ketiga senyawa tersebut juga termasuk sebagai auksin. Senyawa-senyawa tersebut adalah asam 4-kloroindol asetat, asam fenilasetat (PAA) dan asam Indolbutirat (IBA) (Dwidjoseputro, 1992). Asam indol-3 asetat (IAA) diidentifikasi sebagai senyawa alami yang menunjukkan aktivitas auksin yang mendorong pembentukan akar adventif. IAA sintetik juga telah terbukti mendorong pertumbuhan akar adventif. Terdapat juga senyawa yang sama seperti asam indol butirat (IBA) dan asam naptalen asetat (NAA) yang mempunyai efek sama dengan IAA. Hal itu ditunjukkan bahwa inisiasi sel untuk membentuk akar tergantung dari kandungan auksin. Pembentukan inisiasi akar dalam batang terbukti tergantung pada tersedianya auksin di dalam tanaman ditambah hormon pemacu auksin (Rooting Co-factors) yang secara bersama-sama mengatur sintesis RNA untuk membentuk primordia akar (Hartman dan Kester, 1975).




BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 27 Oktober, 3 November, dan 1 Desember 2014 pukul 16.30-18.10 di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2  Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalah :
1.    Batang Lidah Mertua 4 buah
2.    Tanah
3.    Pupuk
4.    Polybag
5.    Hormon Tumbuh : NAA dan IBA
6.    Cutter
3.3  Cara Kerja
·  Tanggal 27 Oktober
1.    Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.    Buat media tanam tanah pada polybag sebanyak 4 buah.
3.    Beri pupuk dan diamkan media tanam tersebut selama 1 minggu.
·  Tanggal 3 November
1.    Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.    Buatlah 4 potongan batang lidah mertua.
3.   Oleskan masing-masing potongan tersebut dengan perlakuan pasta, cair dan bubuk, sisakan satu sebagai kontrol.
4. Diamkan beberapa saat, lalu pindahkan kedalam polybag yang telah disiapkan minggu sebelumnya.
5.    Tunggu selama 4 minggu. 
 ·  Tanggal 1 Desember
1.    Cabut batang lidah mertua dari tanah
2.    Hitung jumlah akar dan panjang akar yang tumbuh dari setiap stek batang tersebut.
3.4 Parameter Pengukuran
1.    Jumlah akar yang tumbuh pada tanaman lidah mertua.
2.    Panjang akar yang tumbuh pada tanaman lidah mertua.





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2  Hasil
Tabel 1. Pengamatan Panjang Akar Sansivera
Pengamatan
 Panjang Akar (cm)
Perlakuan
Keterangan
Kontrol
Pasta
Cair
Bubuk
Kelompok 1
0,93
-
1,07
0,58
Pasta busuk
Kelompok 2
0,77
-
0,8
1,06
Pasta busuk
Kelompok 3
1
-
-
0,6
Pasta busuk
Kelompok 4
0,24
-
0,43
0,62
Pasta busuk
Kelompok 5
0,38
-
-
-
Cair busuk

Tabel 2. Pengamatan Jumlah Akar Sansivera
Pengamatan
Jumlah Akar
Perlakuan
Keterangan
Kontrol
Pasta
Cair
Bubuk
Kelompok 1
37
-
42
13
Pasta busuk
Kelompok 2
18
-
24
21
Pasta busuk
Kelompok 3
2
-
-
1
Pasta busuk
Kelompok 4
7
-
12
30
Pasta busuk
Kelompok 5
12
-
-
-
Cair busuk

4.2  Pembahasan
Percobaan yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu pengujian hormon tumbuh. Pengamatan yang dilakukan adalah terhadap akar tanaman lidah mertua atau sansivera. Sebelumnya, batang sansivera dipotong terlebih dahulu untuk kemudian dioleskan pasta, bubuk dan cair, satu lagi sebagai kontrol. Hormon yang dipakai dalam praktikum ini adalah hormone auksin NAA dan IBA.
Dari hasil yang telah didapat selama penundaan 4 minggu, rata-rata batang yang diolesi pasta membusuk. Dari data diatas disimpulkan bahwa tidak semua hormone dapat menumbuhkan akar, terbukti dari ketiga perlakuan, ternyata pasta tidak berpengaruh dalam pertumbuhan akar tanaman. Justru tanaman yang tidak memakai apa-apa (hormone) ditumbuhi banyak akar.
Auksin berfungsi untuk merangsang pembesaran sel, sintesis DNA kromosom, serta pertumbuhan aksis longitudinal tanaman, gunanya untuk merangsang pertumbuhan akar pada stekan atau cangkokan.  Auksin sering digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar dan sebagai bahan aktif sering yang digunakan dalam persiapan hortikultura komersial terutama untuk akar, dapat digunakan untuk merangsang pembungaan secara seragam, untuk mengatur pembuahan, dan untuk mencegah gugur buah.  Peran auksin bagi tanaman ialah auksin sebagai salah satu hormon tumbuh bagi tanaman mempunyai peranan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, pertumbuhan akar.
Menurut teori, dapat dikatakan bahwa hormon auksin merupakan hormon pertumbuhan yang yang dapat memacu pertumbuhan akar dan batang karena mengandung hormon yang dapat memacu pembelahan moristematik bagian apikal (ujung) namun harus dalam konsentrasi yang tepat, karena apabila konsentrasinya tidak tepat atau dalam hal ini kurang ataupun lebih, maka kerja auksin tidak optimum bahkan dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Dan pada percobaan ini, akar yang dipotong karena auksin sendiri terdapat pada ujung akar.
Salah satu penyebab tidak tumbuhnya akar pada pasta mungkin disebabkan oleh kondisi tanah yang terlalu lembab, sehingga tidak cocok untuk syarat petumbuhan.





BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum kali ini adalah bahwa:
1. Pemberian hormon auksin mempengaruhi jaringan batang dan akar yaitu menyebabkan pemanjangan jaringan batang dan akar (koleoptil dan radikula).
2.  Pada koleoptil,  NAA menyebabkan pemanjangan jaringan yang paling besar dibanding yang lainnya.
3.    Batang kontrol tumbuh lebih baik dibanding yang diberi hormone.
4.  Batang yang diberi pasta tidak tumbuh dikarenakan faktor lingkungan yang tidak sesuai dengn syarat tumbuh akar.
5.2 Saran
Praktikum ini sudah dilakukan dengan baik, hanya saja harus dilakukan dengan lebih teliti.






DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Pengaruh Auksin Terhadap Perpanjangan Jaringan. http://wawanjunblog.com. diakses April 2010.
Anonim, 2011, Plant Growth Regulator, http://emirgarden.blogspot.com/, diakses pada tanggal 8 Desember 2011 pukul 20:44 WITA.
Dwidjoseputro, D. 1992, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hartman, H. T. dan D. E. Kester. 1975. Plant propagation. Prentice Hall International Inc. London.
Hastuti, E. D., E. Prihastanti dan R. B. Hastuti. 2000. Fisiologi Tumbuhan II. Universitas Diponegoro.
Isbandi, J. 1983. Pertumbuhan dan perkembangan Tanaman. Fakulas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Kaufman, P. B., J. Labavitch, A. A. Prouty., dan N.S Ghosheh, 1975, Laboratory Experiment in Plant Physiology, Macmillan Publishing Co., New York.
Salisbury, F.B., dan C.W. Ross, 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB Press, Bandung.
Sasmitamihardja, Dardjat dan Arbasyah Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar