BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tumbuhan, pertumbuhan dan
perkembangan diawali dengan perkecambahan biji. Perkecambahan dapat terjadi
apabila kandungan air dalam biji semakin tinggi. Masuknya air ke dalam biji
melalui proses yang dinamakan imbibisi. Air yang masuk akan memacu embrio dalam
biji untuk melepaskan hormone giberelin. Giberelin bekerja secara sinergis
dengan auksin saat terjadi perkecambahan. Giberelin diproduksi di semua bagian
tumbuhan. Giberelin ini mendorong pelepasan enzim yang berfungsi menghidrolisis
makanan cadangan sehingga terbentuklah energi. Energi ini digunakan untuk
proses awal pertumbuhan dan perkembangan embrio dalam biji.
Dormansi
benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga
waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut.
Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embrio. Biji yang telah
masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh
yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses
perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi
kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio. Dormansi
diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor penyebab,
mekanisme dan bentuknya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
1. Untuk
mengetahui respons perkecambahan beberapa jenis biji terhadap faktor
lingkungan (air, suhu, cahaya, za kimia,
dst)
2. Untuk
mengetahui laju perkecambahan menurut ketebalan kulit biji
3. Untuk
mengetahui batas batas kebutuhan air dalam perkecambahan suatu biji.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
1.1
Dormansi
Dormansi dapat di jumpai pada berbagai organ lain misalnya
rhizome, umbi, umbi lapis, dan biji. Penyebab terjadinya dormasi
bermacam-macam, ada yang spontan, ada yang karena keadaan lingkungan, misalnya
kekurangan air, temperatur rendah, hari pendek. Jika dianalisis, ternyata ada
beberapa hormon yang ikut mempengaruhinya. Pada organ dorman, selain kadar
kenaikan absisin juga terjadiperubahan lain, yaitu turunnya kadar air, transpor
antar sel terhambat, organel tertentu mereduksi dan metabolisme lambat (Goldsworthy,
1992).
Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embrio.
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik
dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai
proses perkecambahannya. Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment
atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta
mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam. Upaya ini dapat berupa
skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan
stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio (Zuliasdin, 2011).
Dormansi diklasifikasikan menjadi
bermacam-macam kategori berdasarkan beberapa faktor, yaitu (Salisbury dan Ross,
1995):
a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi
1. Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya
pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
2. Imnate dormancy (rest): dormansi yang
disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ organ biji itu sendiri
b.
Berdasarkan
mekanisme dormansi di dalam biji
Mekanisme fisik, merupakan dormansi yang mekanisme
penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri terbagi menjadi (Goldsworthy, 1992):
1.
Mekanis : Embrio tidak berkembang karena dibatasi
secara fisik
2.
Fisik : Penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeable
3.
Kimia : Bagian
biji/buah mengandung zat kimia penghambat
Mekanisme fisiologis, merupakan
dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fidiologis pada
biji yang biasanya berasala dari dalam biji itu sendiri. Tipe
ini terbagi menjadi (Salisbury dan Ross, 1995):
1.
Photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat
oleh keberadaan cahaya
2.
Immature embryo: disebabkan kondisi embrio yang
tidak/belum matang
3.
Thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat
oleh suhu di lingkungan
c. Berdasarkan bentuk dormansi
·
Kulit biji impermeabel
terhadap air/O2
1.
Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit
biji, nucellus, pericarp, endocarp
2. Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam
substansi (misalnya cutin,
suberin, lignin) pada membran.
suberin, lignin) pada membran.
3.
Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh
genetik maupun lingkungan. Pematahan
dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
4. Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji:
mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole, adapun mekanisme higroskopiknya
diatur oleh hilum.
5. Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme
dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit
biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian
larutan kuat.
·
Embrio belum masak (immature embryo)
1. Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih
butuh waktu untuk mencapai bentuk
dan ukuran yang sempurna.
dan ukuran yang sempurna.
2. Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari
tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum
gnemon (melinjo)
Dormansi karena immature embryo ini dapat
dipatahkan dengan perlakuantemperatur rendah dan zat kimia. Biji membutuhkan
pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering Dormansi karena
kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan
temperatur tinggi dan pengupasan kulit (Salisbury dan Ross, 1995).
Ø
Biji membutuhkan suhu rendah
Biasa terjadi pada spesies daerah
temperate, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi
dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan
baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan
kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi
dan memulai proses perkecambahannya. Dormansi karena kebutuhan biji
akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah,
dengan pemberian aerasi dan imbibisi (Salisbury dan Ross, 1995).
Ciri-ciri biji yang mempunyai
dormansi ini (Safitri, 2010):
a. Jika kulit dikupas, embrio tumbuh
b.
Embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan
dengan suhu rendah
c. Embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses
perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
d.
Perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah,
namun semai tumbuh kerdil
e.
Akar keluar pada musim semi, epicotyl keluar di musim
semi berikutnya
Ø
Dormansi karena zat penghambat
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangakaian
kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa
gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada
terhambatnya seluruh rangakaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat
dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh,
namun lokasi penghambatnya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda
dengan tempat dimana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam
embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah (Lakitan, 2007).
Ø
Teknik Pematahan Dormansi
Biji
Biji yang telah masak dan siap untuk
berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk
dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment
skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan
stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo (Lakitan, 2007).
Skarifikasi merupakan salah satu
upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk
mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang
seragam. Beberapa
jenis biji tanaman memerlukan masa istirahat sesudah panen. After ripening
period ini menunjukkan adanya perubahan biokimia dan fisiologis dalam biji yang
lambat sebelum tumbuh menjadi tanaman. Upaya ini dapat berupa pemberian
perlakuan secara fisis, dan mekanis, maupun kimia Hartmann (1997)
mengklasifikasikan dormansi atas dasar penyebab dan metode yang dibutuhkan
untuk mematahkannya (Lakitan, 2007).
Teknik skarifikasi pada berbagai
jenis benih harus disesuaikan dengan tingkat dormansi fisik. Berbagai teknik
untuk mematahkan dormansi fisik antara lain seperti (Safitri, 2010):
A. Perlakuan
mekanis (skarifikasi)
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada
kulit biji, dilakukan dengan cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau
pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya
adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik (Safitri, 2010).
Setiap benih ditangani secara
manual, maka dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada
hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil,
asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002).
Seluruh permukaan kulit biji dapat
dijadikan titik penyerapan air. Pada benih legum, lapisan sel palisade dari
kulit biji menyerap air dan proses pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh
permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada saat yang sama embrio menyerap
air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi
daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus dihindari. Kerusakan pada
daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan pada kotiledon tidak akan
mempengaruhi perkecambahan (Schmidt, 2002).
B.
Air Panas
Air
panas mematahkan dormansi fisik pada leguminosae melalui tegangan yang
menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling efektif bila
benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk
mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang
diteruskan kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi
dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi
tiap jenis tergantung pada jenis biji itu sendiri. Umumnya benih kering yang
masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat dalam
air mendidih (Esmaeili,
2009).
C. Perlakuan
kimia
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan
kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya
adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu
proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat
membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah (Esmaeili, 2009).
Larutan asam untuk perlakuan ini
adalah asam sulfat pekat (H2SO4) asam ini menyebabkan
kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada legum maupun non legume.
Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih yang mudah sekali menjadi permeable,
karena asam akan merusak embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus
memperhatikan 2 hal, yaitu (Lakitan, 2007):
1. Kulit
biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi
2. Larutan
asam tidak mengenai embrio.
Mekanisme utama yang dapat menyebabkan
suatu biji dormansi atau terjadinya dormansi yang berkepanjangan dan penyebab
terhambatnya perkecambahan adalah (Esmaeili, 2009) :
ü Faktor
lingkungan
1. Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan.
2. Suhu.
3. Kurangnya air.
ü
Faktor internal
1. Kulit biji – mencegah masuknya gas.
2. Kulit biji – efek mekanik.
3. Embrio yang masih muda ( immature).
4. Rendahnya kadar etilen.
5. Adanya zat penghambat (inhibitor).
6. Tidak adanya zat perangsang tumbuh.
ü
Faktor waktu
1. Setelah pematangan
– waktu yang dibutuhkan untuk berkecambah
2. Hilangnya inhibitor – waktu yang diperlukan
sampai inhibitor hilang.
3.
Sintesis zat perangsang.
Selain beberapa faktor yang telah disebutkan banyak biji
yang memerlukan pendinginan agar lepas dari dormansi yang diatur segera setelah
masak. Banyak pohon memerlukan antara 250-1000 jam pendinginan sebelum
dormansi dapat dihilangkan. Perlakuan pendinginan juga bukan merupakan
satu-satunya yang dapat menghilangkan dormansi.Banyak spesies “hari panjang”
memerluakan suhu hangat untuk mengembalikan pertumbuhannya. Kejutan dengan suhu
tinggi, dapat pula menghilangkan dormansi secara lebih dini (Safitri, 2010).
Proses
dormansi dapat dipatahkan dengan beberapa proses diantaranya proses
pendinginan, pemanasan, kejutan atau goresan pada biji (proses fisika), zat
pengatur tumbuh, asam dan basa (secara kimiawi) ataupun dengan cara biologi
dengan menggunakan bantuan mikroba (Safitri, 2010).
1.2 Tipe Perkecambahan
Awal perkecambahan dimulai dengan
berakhirnya masa dormansi. Masa dormansi adalah berhentinya pertumbuhan pada
tumbuhan dikarenakan kondisi lingkungan yang tidak sesuai. Perkecambahan sering
dianggap sebagai permulaan kehidupan tumbuhan. Perkecambahan terjadi karena
pertumbuhan radikula (calon batang). Radikula tumbuh ke bawah menjadi akar
sedangkan plumula tumbuh ke atas menjadi batang.
Perkecambahan ditandai dengan munculnya kecambah, yaitu tumbuhan kecil
dan masih hidup dari persediaan makanan yang berada dalam biji. Ada empat
bagian penting pada biji yang berkecambah, yaitu batang lembaga (kaulikulus),
akar embrionik (akar lembaga), kotiledon (daun lembaga), dan pucuk lembaga
(plumula). Kotiledon merupakan cadangan makanan pada kecambah karena pada saat
perkecambahan, tumbuhan belum bisa melakukan fotosintesis. Air merupakan
kebutuhan mutlak bagi perkecambahan. Tahap pertama perkecambahan adalah
penyerapan air dengan cepat secara imbibisi. Air yang berimbibisi menyebabkan
biji mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan
metabolik pada embrio sehingga biji melanjutkan pertumbuhan. Enzim-enzim akan
mulai mencerna bahan-bahan yang disimpan disimpan pada kotiledon, dan
nutrient-nutriennya dipindahkan kebagian embrio yang sedang tumbuh. Enzim yang
berperan dalam pencernaan cadangan makanan adalah enzim amylase, beta-amilase
dan protease. Hormon giberelin berperan penting untuk aktivasi dan mensintesis
enzim-enzim tersebut.
Perkecambahan biji ada dua macam yaitu epigeal dan
hypogeal.
a. Tipe perkecambahan di atas tanah (Epigeal)
Perkecambahan
epigeal adalah perkecambahan yang mengakibatkan kotiledon terangkat ke atas
tanah. Hal ini disebabkan oleh hipokotil yang tumbuh memanjang. Akibatnya,
plumula dan kotiledon terdorong ke permukaan tanah, misalnya pada perkecambahan
kacang hijau (Phaseolus radiatus) dan kacang tanah (Arachis hypogaea). Contoh:
perkecambahan kacang hijau (Vigna radiata).
Gambar 1. Perkecambahan Epigeal
b. Tipe perkecambahan di bawah tanah (Hipogeal)
Perkecambahan
hipogeal adalah perkecambahan yang mengakibatkan kotiledon tetap tertanam di
dalam tanah. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan memanjang dari epikotil yang
menyebabkan plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di atas tanah,
sedangkan kotiledon tetap di dalam tanah, Contoh: perkecambahan jagung (Zea mays).
Gambar 2. Perkecambahan Hipogeal
|
Makanan untuk pertumbuhan
embrio diperoleh daricadangan makanan karena belum terbentuknya klorofil yang
diperlukan dalam fotosintesis. Pada tumbuhan dikotil makana diperoleh dari
kotiledon, sedangkan pada tumbuhan monokotil diperoleh dari endosperm.
1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Perkecambahan
Perkecambahan benih dapat dipengaruhi
oleh faktor dalam (internal) yang meliputi: tingkat kemasakan benih, ukuran
benih, dormansi, dan penghambat perkecambahan, serta faktor luar (eksternal)
yang meliputi: air, suhu, oksigen, cahaya, dan medium.
·
Faktor
Dalam (Internal)
Faktor
dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain :
1. Tingkat
kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum
mencapai tingkat kemasakan fisiologisnya tidak mempunyai viabilitas yang tinggi
karena belum memiliki cadangan makanan yang cukup serta pembentukan embrio
belum sempurna. Pada tingkat kemasakan yang bagaimanakah sebaiknya panen
dilakukan agar diperoleh benih yang memiliki viabilitas maksimum, daya kecambah
maksimum serta menghasilkan tanaman dewasa yang sehat, kuat, dan berproduksi
tinggi ?
Pada umumnya sewaktu kadar air menurun dengan
cepat sekitar 20%, maka benih tersebut juga telah mencapai masak fisiologis
atau masak fungsional dan pada saat itu benih mencapai berat kering maksimum,
daya tumbuh maksimum (vigor) dan daya kecambah maksimum (viabilitas) atau
dengan kata lain benih mempunyai mutu tertinggi (kamil, 1979)
2. Ukuran
benih
Karbohidrat, protein, lemak, dan mineral ada
dalam jaringan penyimpanan benih. Bahan-bahan tersebut diperlukan sebagai bahan
baku dan energi bagi embrio saat perkecambahan. Berdasarkan hasil
penelitian, ukuran benih mempunyai korelasi yang positip terhadap kandungan
protein pada benih sorgum. Makin besar/berat ukuran benih maka kandungan
protein juga makin meningkat. Dinyatakan juga bahwa berat benih
berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi, karena berat benih
menentukan besarnya kecambah pada pada saat permulaan dan berat tanaman pada
saat dipanen.
3. Dormansi
Benih dorman adalah benih yang sebenarnya hidup tetapi
tidak mau berkecambah meskipun diletakkan pada lingkungan yang memenuhi syarat
untuk berkecambah. Penyebab dormansi antara lain adalah: impermeabilitas
kulit biji terhadap air atau gas-gas (sangat umum pada famili leguminosae),
embrio rudimenter, halangan perkembangan embrio oleh sebab-sebab mekanis, dan
adanya bahan-bahan penghambat perkecambahan. Benih dorman dapat
dirangsang untuk berkecambah dengan perlakuan seperti : pemberian suhu rendah
pada keadaan lembab (stratifikasi), goncangan (impaction), atau direndam dalam
larutan asam sulfat.
4. Penghambat
perkecambahan
Banyak zat-zat yang diketahui dapat menghambat
perkecambahan benih. Contoh zat-zat tersebut adalah: herbisida, auksin,
bahan-bahan yang terkandung dalam buah, larutan mannitol dan NaCl yang
mempunyai tingkat osmotik tinggi, serta bahan yang menghambat respirasi
(sianida dan fluorida). Semua persenyawaan tersebut menghambat
perkecambahan tetapi tak dapat dipandang sebagai penyebab dormansi.
Istilah induksi dormansi digunakan bila benih dapat dibuat berkecambah lagi
oleh beberapa cara yang telah disebutkan.
·
Faktor
Luar
Faktor
luar yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain :
1. Air
Penyerapan air oleh benih
dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan jumlah
air yang tersedia pada media disekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan
bervariasi tergantung kepada jenis benihnya dan tingkat pengambilan air turut
dipengaruhi oleh suhu (Sutopo, 2002). Perkecambahan benih tidak akan dimulai
bila air belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 persen
(Darjadi, 1972). Dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai
55 persen (Kamil, 1979). Benih mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air
tersedia. Pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi
dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan atau
bakteri (Sutopo, 2002).
Menurut Kamil (1979), kira-kira 70% berat protoplasma
sel hidup terdiri dari air dan fungsi air antara lain :
1. Untuk
melembabkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau robek agar terjadi
pengembangan embrio dan endosperm.
2. Untuk
memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji.
3. Untuk
mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan berbagai fungsinya.
4. Sebagai
alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke titik tumbuh,
dimana akan terbentuk protoplasma baru.
2. Suhu
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan bagi
berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi
dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26,5 sd 350C (Sutopo,
20002). Suhu minimum/maksimum adalah suhu terendah/tertinggi saat
perkecambahan akan terjadi. Di bawah suhu minimum atau di atas suhu maksimum
akan terjadi kerusakan benih dan terbentuknya kecambah abnormal. Suhu juga
mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan ddan ditentukan olehh
berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh
gibberellin.
3. Oksigen
Proses respirasi akan berlangsung selama benih masih
hidup. Pada saat perkecambahan berlangsung, proses respirasi akan
meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan karbon
dioksida, air dan energy panas. Proses perkecambahan dapat terhambat bila
penggunaan oksigen terbatas. Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju
respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikroorganisme yang terdapat dalam benih
(Kuswanto. 1996). Menurut Kamil (1979) umumnya benih akan berkecambah dalam
udara yang mengandung 29 persen oksigen dan 0,03 persen CO2. Namun
unuk benih yang dorman, perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk
kedalam benih ditingkatkkan sampai 80 persen, karena biasanya oksigen yang
masuk ke embrio kurang dari 3 persen.
4. Cahaya
Kebutuhan benih terhadap cahaya
untuk berkecambah berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman. Adapun
besar pengaruh cahaya terhadap perkecambahan tergantung pada intensitas cahaya,
kualitas cahaya, lamanya penyinaran (Kamil, 1979). Benih yang dikecambahkan
pada keadaan kurang cahaya atau gelap dapat menghasilkan kecambah yang
mengalami etiolasi, yaitu terjadinya pemanjangan yang tidak normal pada
hipokotil atau epikotil, kecambah pucat dan lemah.
Menurut Adriance and Brison dalam Sutopo (2002)
pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat dibagi atas 4 golongan yaitu
golongan yang memerlukan cahaya mutlak, golongan yang memerlukan cahaya untuk
mempercepat perkecambahan, golongan dimana cahaya dapat menghambat
perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat berkecambah baik pada tempat
gelap maupun ada cahaya.
Apabila ditanam di tempat gelap,
maka tanaman kecambah akan tumbuh lebih panjang daripada normalnya. Peristiwa
itu terjadi karena pengaruh fitohormon, terutama hormon auksin. Fungsi utama
hormon auksin adalah sebagai pengatur pembesaran sel dan memacu pemanjangan sel
di daerah belakang meristem ujung. Hormon auksin ini sangat peka terhadap
cahaya matahari. Bila terkena cahaya matahari, hormon ini akan terurai dan
rusak. Pada keadaan yang gelap, hormon auksin ini tidak terurai sehingga akan
terus memacu pemanjangan batang. Akibatnya, batang tanaman akan lebih panjang
jika ditanam di tempat yang gelap, tetapi dengan kondisi fisik tanaman yang
kurang sehat, akar yang banyak dan lebat, batang terlihat kurus tidak sehat,
warna batang dan daun pucat serta kekurangan klorofil sehingga daun berwarna
kuning. Peristiwa ini disebut etiolasi.
Jika ditanam di tempat terang, maka kecambah akan
tumbuh lebih pendek daripada yang ditanam di tempat gelap. Peristiwa itu juga
terjadi karena pengaruh fitohormon, terutama hormon auksin. Seperti yang telah
dijelaskan di atas, hormon auksin ini akan terurai dan rusak sehingga laju
pertambahan tinggi tanaman tidak terlalu cepat. Akibatnya, batang tanaman akan
lebih pendek, tetapi dengan kondisi fisik tanaman yang sehat, subur, batang
terlihat gemuk, daun terlihat segar dan berwarna hijau serta memiliki cukup
klorofil.
Berikut adalah beberapa fungsi
dari cahaya terhadap tumbuhan :
· Cahaya mutlak diperlukan dalam proses fotosintesis.
· Cahaya secara langsung berpengaruh terhadap
pertumbuhan setiap tanaman. Pengaruh cahaya secara langsung dapat diamati
dengan membandingkan tanaman yang tumbuh dalam keadaan gelap dan terang.
· Pada keadaan gelap, pertumbuhan tanaman
mengalami etiolasiyang ditandai dengan pertumbuhan yang abnormal (lebih
panjang), pucat, daun tidak berkembang, dan batang tidak kukuh.
· Sebaliknya, dalam keadaan terang tumbuhan lebih
pendek, batang kukuh, daun berkembang sempurna dan berwarna hijau.
·
Dalam fotosintesis, cahaya berpengaruh langsung
terhadap ketersediaan makanan.
· Tumbuhan yang tidak terkena cahaya tidak dapat
membentuk klorofil, sehingga daun menjadi pucat.
· Panjang penyinaran mempunyai pengaruh yang
spesifik terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
· Panjang periode cahaya harian
disebut fotoperiode, sedangkan reaksi tumbuhan terhadap foto periode yang
berbeda panjangnya disebut fotoperiodisme.
Selain itu, ketersediaan cahaya
bagi pertumbuhan tanaman sangat bermanfaat dalam proses :
·
Perkecambahan
·
Perpanjangan batang
·
Membukanya hipokotil
·
Perluasan daun
·
Dormansi tunas
·
Sistesis klorofil
·
Gerakan batang
·
Gerakan Daun
5. Medium
Medium
yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik,
gembur, mempunyai kemampuan menyerap air
dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2002).
Pengujian viabilitas benih dapat digunakan media antara lain substrat kertas,
pasir dan tanah.
Buah
atau biji yang terbentuk biasanya mengalami periode dorman sebelum berkecambah
untuk menyelesaikan hidupnya. Pada tumbuhan umur pendek, setelah terbentuk buah
atau biji, bagian vegetatif akan mati. Pada tumbuhan tahunan, tidak mati tetapi
untuk periode tertentu dapat lama atau sebentar akan mengalami periode dorman,
sebelum melanjutkan pertumbuhan vegetatif lagi. Perkecualian sudah tentuada,
misalnya tumbuhan bakau bijinya berkecambah sewaktu masih berada di dalam buah
yang melekat pada induknya (Soerodikoesomo, 1994).
BAB III
METODOLOGI
PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 20 Oktober 2014
pukul 16.30-18.10 di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalah :
1. Kacang
Tanah
2. Kacang
Hijau
3. Biji
Sirsak
4. Asam
Jawa
5. Biji
Srikaya
6.
Kapas
7.
Wadah Gelas Plastik
8.
Ampelas
9.
Larutan NaCl
3.3 Cara Kerja
1. Siapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Pisahkan
2 macam jenis biji berkulit tipis (Kacang Tanah dan Kacang Hijau) dan berkulit
tebal
(Biji Sirsak, Biji Asam Jawa dan Biji Srikaya).
(Biji Sirsak, Biji Asam Jawa dan Biji Srikaya).
3. Masukkan
kapas kedalam wadah.
4. Berikan
2 perlakuan untuk kedua jenis biji tersebut :
Perlakuan
1 : Media tanpa air (kapas kering)
Perlakuan
2 : Media diberi sedikit air (kapas sekedar basah saja)
Perlakuan
3 : Media diberi air hingga biji tergenang air.
5. Siapkan
masing-masing 10 biji untuk 2 ulangan.
6. Tempatkan
semua wadah ditempat yang sama.
7. Amati
dan catat gejala yang ditunjukkan untuk tiap kelompok biji.
8. Jaga
dan kontrollah kondisi untuk tiap perlakuan agar tetap stabil.
3.4 Parameter
Pengukuran
1. Perkecamahan jenis biji berkulit tipis dan tebal
terhadap faktor lingkungan (air, suhu, cahaya, zat kimia, dll)
2.
Daya kecambah biji dengan beberapa perlakuan
pada media tanam.
3.
Laju perkecambahan biji menurut ketebalan biji.
4.
Kebutuhan air dalam proses perkecambahan.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Pengamatan Terhadap Jumlah Biji
Berkulit Tipis Yang Tumbuh
Hari/
Tanggal
|
Ulangan
|
Parameter Pengamatan
|
|||||
Kacang Tanah
|
Kacang Hijau
|
||||||
Kering
|
Basah
|
Terendam
|
Kering
|
Basah
|
Terendam
|
||
22-10-14
|
I
|
-
|
5
|
-
|
-
|
-
|
3
|
II
|
-
|
4
|
-
|
-
|
-
|
1
|
|
24-10-14
|
I
|
-
|
5
|
1
|
-
|
1
|
3
|
II
|
-
|
4
|
1
|
-
|
3
|
1
|
|
26-10-14
|
I
|
-
|
5
|
1
|
-
|
1
|
3
|
II
|
-
|
4
|
1
|
-
|
3
|
1
|
Tabel 2. Pengamatan Terhadap Jumlah Biji Berkulit
Tebal Yang Tumbuh
Hari/ Tanggal
|
Ulangan
|
Asam jawa
|
Sirsak
|
Srikaya
|
||||||
A
|
S
|
NaCl
|
A
|
S
|
NaCl
|
A
|
S
|
NaCl
|
||
22-10-14
|
I
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
II
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
||
24-10-14
|
I
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
II
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
||
26-10-14
|
I
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
II
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Keterangan
A = Biji
dengan perlakuan di ampelas
S = Biji
dengan perlakuan suhu 1000C
NaCl = Biji dengan perlakuan direndam NaCl
4.2 Pembahasan
Percobaan
yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu penanaman biji kacang tanah,
kacang hijau, biji sirsak, biji asam jawa, dan biji srikaya sebagai
objek pengamatan dengan adanya perlakuan khusus terhadap biji. Sebelumnya, biji
digolongkan menjadi 2, yaitu biji berkulit tebal dan biji berkulit tipis. Biji
yang tergolong berkulit tebal yaitu biji sirsak, biji asam jawa dan biji
srikaya, sedangkan biji berkulit tipis yaitu kacang tanah dan kacang hijau.
Adapun perlakuan khusus yang dimaksud pada biji berkulit tebal yaitu biji
diampelas, direndam laruran NaCl, dan direndam pada suhu 1000C.
Sedangkan perlakuan pada biji berkulit tipis yaitu pada media kapasnya ada yang
kering, basah dan terendam air. Masing-masing perlakuan terdiri dari 2x ulangan
dengan masing-masing wadah diisi dengan 5 biji. Jadi masing-masing jenis biji
sama-sama menanam 30 buah biji. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui respon
perkecambahan beberapaa jenis biji terhadap faktor lingkungan (air, suhu,
cahaya, zat kimia, dll). Selain itu mahasiswa pula di harapkan dapat
mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan tumbuh/tidaknya benih tersebut. Media
yang digunakan pada penanaman benih adalah kapas yang disimpan didalam wadah
gelas plastik.
Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan pada 2, 4 dan 6 hari setelah tanam, didapat hasil bahwa
perkecambahan pada hanya benih kacang tanah dan kacang hijau saja yang tumbuh.
Sedangkan biji sirsak, asam jawa dan srikaya tidak tumbuh. Kacang tanah dengan
perlakuan kering tidak tumbuh, sedangkan dengan perlakuan basah tumbuh pada
hari ke 2 dengan jumlah 5 benih pada ulangan 1 dan tumbuh 4 benih pada ulangan
2. Sedangkan pada perlakuan terendam, biji tidak tumbuh dihari pertama,
melainkan tumbuh dihari ke 2 dengan jumlah 1 biji masing-masing di ulangan 1
maupun 2. Total biji kacang tanah yang tumbuh adalah 11 biji.
Perhitungan presentase =
x 100% =
x 100% = 36,7%


Pada biji kacang hijau, perlakuan kering
juga tidak mengalami perkecambahan. Biji tumbuh pada perlakuan basah dan
terendam. Biji pada perlakuan basah tumbuh dihari ke 2 dengan jumlah 1 biji
pada ulangan 1 dan 3 biji yang tumbuh pada ulangan 2. Sedangkan pada perlakuan
terendam, 3 biji kacang hijau tumbuh di hari pertama pada ulangan 1 dan 1 biji
yang tumbuh pada ulangan 2. Totalnya ada 8 biji yang tumbuh.
Perhitungan presentase =
x 100% =
x 100% = 26,6%


Seperti yang kita
ketahui bahwa kebutuhan cahaya, air, unsur hara dan oksigen setiap tanaman
berbeda-beda jumlahnya, selain itu pula kecepatan tumbuh tanaman juga berbeda-beda. Perbedaan itu bisa
disebabkan oleh banyak faktor. Seperti biji berkulit tebal yang semua benihnya
tidak tumbuh, disebabkan oleh faktor biji yang terlalu tebal sehingga air tidak
dapat masuk menembus kulit biji sehingga biji tidak dapat berkecambah atau
dormansi yang menyebabkan proses imbibisi air berlangsung lambat. Perendaman
benih harusnya dilakukan terlebih dahulu selama 1 malam sebelum ditanam, namun
pada praktikum ini tidak dilakukan perendaman terlebih dahulu, tetapi biji
langsung diberi perlakuan. Selain itu jarak antar tanam juga kurang
diperhatikan, sehingga kebutuhan akan unsur hara kurang tercukupi.
Ditemukan jamur pada
media khususnya pada biji kacang hijau yang kami amati, jamur tersebut
merupakan jamur Colletotricum lindemuthianum. Gejala
serangan dapat diamati pada bibit yang baru berkecamabah, semacam kanker
berwarna coklat pada biji. Dapat dikendalikan dengan rotasi tanaman, perlakuan
benih sebelum ditanam dengan fungisida mankozeb dan karbendazim.
Apabila
kacang hijau ditanam di tempat gelap, maka tanaman kecambah akan tumbuh lebih
panjang daripada normalnya. Peristiwa itu terjadi karena pengaruh fitohormon,
terutama hormon auksin. Fungsi utama hormon auksin adalah sebagai pengatur
pembesaran sel dan memacu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung.
Hormon auksin ini sangat peka terhadap cahaya matahari. Bila terkena cahaya
matahari, hormon ini akan terurai dan rusak. Pada keadaan yang gelap, hormon
auksin ini tidak terurai sehingga akan terus memacu pemanjangan batang.
Akibatnya, batang tanaman akan lebih panjang jika ditanam di tempat yang gelap,
tetapi dengan kondisi fisik tanaman yang kurang sehat, akar yang banyak dan
lebat, batang terlihat kurus tidak sehat, warna batang dan daun pucat serta
kekurangan klorofil sehingga daun berwarna kuning. Peristiwa ini disebut
etiolasi.
Seperti yang diungkapkan oleh
Lakitan dalam bukunya yaitu Dasar- dasar
Fisiologi Tumbuhan, yang menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan biji tidak dapat berkecambah, diantaranya embrio yang masak dan impermeabilitas kulit
biji terhadap air atau oksigen, kulit
biji yang terlalu keras dan
tebal sehingga air dan gas/udara
tidak dapat masuk, kurangnya cahaya untuk perkecambahan, embrio yang
masih muda (immature) dan rendahnya kadar etilen.
Menurut Guritno dalam bukunya Analisis Pertumbuhan Tanaman, menyatakan
bahwa di alam, dormansi karena kulit biji yang keras
dapat dipatahkan dengan berbagai macam
cara, misalnya dengan pergantian musim antar basah dan kering/panas, temperatur
rendah, aberasi oleh pasir gurun, aktivitas mikroba, tanah, api, atau oleh alat
pencerna makanan burung, dan hewan mamalia. Secara praktis, hal ini dapat
dilakukan secara fisik dan mekanis, seperti menggosok kulit biji dengan benda
aberasive atau secara kimia dengan merendamnya
ke dalam larutan asam pekat.
Sesungguhnya, biji/benih yang
ditanam pada media tanam yang dapat menyimpan banyak air akan tumbuh lebih
cepat, karena biji hanya membutuhkan air untuk mengakhiri masa dormansi (masa
istirahatnya). Contohnya seperti yang ditanam pada kapas yang basah dan
terendam bijinya cepat tumbuh, sedangkan yang perlakuan kering/tanpa air, benih
tidak tumbuh. Namun pada media tanam kapas dan media tanam lain yang tidak
mengandung zat hara, walaupun akan tumbuh lebih cepat pada awalnya, setelah itu
pertumbuhan akan melambat karena biji yang sudah berkecambah sudah mulai
membutuhkan zat hara untuk tetap tumbuh, dan tidak hanya air yang
dibutuhkannya. Kapas tidak dapat menyediakan unsur hara tersebut.
.
BAB
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat
ditarik dari praktikum kali ini adalah bahwa biji memiliki beragam jenis, baik
bentuk, ukuran, maupun struktur bagiannya. Struktur pada bunga, biji dan buah
mamiliki struktur yang berbeda-beda yang menjadi ciri dari masing-masing bagian
tumbuhan tersebut. Dormansi adalah masa istirahat pada biji/benih, sedangkan
perkecambahan adalah proses pertumbuhan embrio dan komponen-komponen biji yang
memiliki kemampuan untuk tumbuh secara normal. Persentase perkecambahan semua
biji berkulit tebal adalah 0%. Sedangkan persentase perkecambahan pada kacang
tanah adalah 36,7% sedangkan kacang hijau adalah 26,6%.
Biji dengan kulit yang tipis akan
mudah ditembus air sehingga cepat berkecambah, namun biji yang berkulit tebal
sulit untuk ditembus air sehingga harus ada perlakuan khusus terhadap biji
tersebut. Perlakuan dengan perendaman air 1000C dan larutan NaCl
serta pengampelasan pada biji tetap tidak membuat biji tumbuh, padahal
seharusnya perlakuan ini dapat memecah masa dormansi biji. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas, perawatan
dan kontrol penyiraman harus diperhatikan. Biji berkulit tipis dengan perlakuan
basah dan terendam ternyata tumbuh. Artinya memang air adalah faktor yang
paling penting dalam perkecambahan dan dalam memecah masa dormansi biji.
5.2 Saran
Praktikum ini sudah dilakukan
dengan baik, hanya saja
saat mengadakan percobaan ini, perendaman dan pemberian perlakuan dilakukan
dengan baik karena hal tersebut merupakan salah satu faktor penting.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
2012. Perkecambahan. http://Wikipedia.org/wiki/perkecambahan.
Diakses pada tanggal 4 Juni 2012.
Esmaeili,
Mohammad, 2009, Ecology of seed dormancy and germination of Carex divisa Huds.: Effects
of stratification, temperature and salinity, International
Journal of Plant Production, New York.
Goldsworthy, Peter, 1992, Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Kamil, 1979. Teknologi
Benih (Penuntun Praktikum),
Universitas Padjajaran. Bandung.
Lakitan, Benyamin, 2007, Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Safitri, Merina, 2009, Dormansi, http://merinasafitri-knowledge.Blogspot.com,
Diakses Rabu tanggal 10 Oktober 2012 pukul 20.00 WITA.
Salisbury, F.R., dan C.W. Ross, 1995, Fisiologi
Tumbuhan Jilid III, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Schmidt, A., 2002, An Introduction to Crop Physiology Second
Edition, Cambridge University Press, Cambridge.
Soerodikoesomo,
Wibisono, 1994, Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan, Depdikbud, Jakarta.
Sutopo, L. 2002. Teknologi
Benih. Malang: Fakultas Pertanian UNBRAW
Zuliasdin, Rizkan, 2011, Pematahan Dormansi, http://mbozocity.blogspot.com,
Diakses Rabu tanggal 10 Oktober 2012 pukul 22.00 WITA.
LAMPIRAN
1
Tugas !
1. Ciri morfologi mana yang menunjukkan adanya
perkecambahan?
2. Selama berlangsung perkecambahan fisiologis,
proses apa saja yang terjadi pada kecambah tersebut?
3. Apakah suatu biji memiliki batas-batas toleransi
tertentu terhadap berbagai faktor ekologi perkecambahan, termasuk diantaranya
terhadap kebutuhan air?
4. Apa pengertian dormansi dan faktor apa saja yang
menyebabkan gejala dorman tersebut?
Jawab :
1. Morfologi
yang menunjukkan adanya perkecambahan adalah letak titik tumbuh batang yaitu
terdapat pada tumbuhan yang memiliki kuncup atau tunas.
2. Proses yang terjadi pada
perkecambahan benih adalah penyerapan air oleh benih, menyebabkan melunaknya
kulit benih dan hidrasi dari protoplasma dan terjadi kegiatan-kegiatan sel dan
enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Kemudian terjadi penguraian bahan-bahan
seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan
ditranslokasikan ke titik-titk tumbuh. Asimilasi dari bahan-bahan tersebut pada
daerah meristematik untuk menghasilkan energi bagi pertumbuhan sel-sel baru. Pertumbuhan kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian
sel-sel pada titik tumbuh.
3. Ya,
karena air berfungsi bagi semua protoplasma. Dari sudut ekologis terutama
sebagai faktor pembatas curah hujan sebagian besar ditentukan oleh geografi dan
pola gerakan udara yang besar atau sistem iklim. Penyebaran curah hujan
sepanjang tahun merupakan faktor pembatas yang sangat penting untuk organisme.
4. Dormansi
adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami organisme hidup atau
bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang tidak mendukung pertumbuhan
normal. Faktor yang menyebabkan gejala dorman yaitu :
o Faktor lingkungan eksternal,
seperti cahaya, temperatur, dan air.
o Faktor internal, seperti
kulit biji, kematangan embrio, adanya inhibitor, dan rendahnya zat perangsang
tumbuh.
o Faktor waktu, yaitu waktu
setelah pematangan, hilangnya inhibitor, dan sintesis zat perangsang tumbuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar